Beijing (ANTARA) - Kementerian Tenaga Kerja Taiwan (MOL) di Taipei pada Minggu mengumumkan peraturan baru yang membatasi perpindahan pekerja migran pada sektor baru di tengah kritik tajam bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan situasi terkini.

Kebijakan tersebut diambil ketika Taiwan mengalami kekurangan tenaga kerja karena penangguhan masuknya pekerja migran asing sejak 19 Mei lalu sebagai upaya pencegahan wabah COVID-19.

Saat itu, banyak warga Taiwan mengeluh kepada pemerintah karena beberapa pembantu rumah tangga asing mereka meminta izin pindah bekerja ke sektor lain yang gajinya lebih tinggi.

Hingga akhir Mei saja, sudah 1.751 pembantu rumah tangga meninggalkan pekerjaannya untuk bekerja ke pabrik. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan 287 orang pada 2020, demikian data MOL.

Dengan kebijakan baru itu, para pekerja migran sektor domestik sudah tidak bisa lagi berpindah ke sektor industri dengan hanya berbekal surat izin majikan, kata MOL seperti dikutip Kantor Berita CNA.

Namun jika dalam tempo 14 hari tidak ada majikan yang berminat, maka instansi tersebut akan membantu pemohon mencari peluang kerja di sektor industri.

Baca juga: Pemerintah pulangkan 129 pekerja migran yang terlantar di Taiwan

Jika dalam waktu 60 hari tidak ada seorang pun majikan atau majikan yang lama menolak mempekerjakan, maka para pekerja migran diperintahkan untuk pulang ke nagara asal.

Sebelum diberlakukan secara efektif per 28 Agustus 2021, aturan tersebut mendapatkan banyak kritik tajam, termasuk dari Asosiasi Pekerja Internasional Taiwan (TIWA), karena dianggap tidak memedulikan situasi saat ini di mana pembantu rumah tangga banyak yang ingin bekerja di sektor industri.

Gaji pembantu rumah tangga atau sektor informal di Taiwan sebesar 17.000 dolar Taiwan atau sekitar Rp8,7 juta per bulan, sedangkan industri atau sektor formal sebesar 24.000 dolar Taiwan (Rp12,3 juta).

Sekitar 237.000 dari 700.000 pekerja migran asing di Taiwan berada di sektor informal.

Indonesia menjadi kontributor terbesar pekerja migran asing di Taiwan dengan jumlah sekitar 270.000, baik formal maupun informal.

MOL mengatakan tidak akan mengubah kebijakan tersebut karena memprioritaskan keterampilan yang dimiliki pekerja sesuai pelatihan yang diberikan di negara asal sebelum direkrut Taiwan.

Baca juga: Taiwan diminta masukkan pekerja migran dalam perlindungan pandemi
Baca juga: Pekerja migran Indonesia di Taiwan ditahan setelah kematian bayinya

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021