Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak untuk kepentingan pragmatis jangka pendek.

"PP Muhammadiyah meminta semua pihak untuk memikirkan kembali hikmah dan kebijaksanaan yang berjiwa kenegarawanan autentik saat gagasan amendemen UUD 1945 muncul," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan sudah empat kali amendemen UUD 1945 dilakukan di awal reformasi yang mengandung sejumlah kebaikan. Namun, amendemen tersebut menyisakan masalah lain yang membuat Indonesia kehilangan sebagian jati diri yang asli.

"Jangan sampai di balik gagasan amendemen ini menguat kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek yang dapat menambah berat kehidupan bangsa," kata Haedar.

Baca juga: Tinggal riak yang pengaruhi opini publik tentang amendemen UUD

Kemudian, katanya, langkah itu bisa menyalahi spirit Reformasi 1998 serta lebih krusial lagi bertentangan dengan jiwa Pancasila maupun UUD 1945 yang dirancang dan ditetapkan para pendiri negeri 76 tahun yang silam.

Untuk itu, Haedar menegaskan pentingnya hikmah kebijaksanaan para tokoh penting untuk membawa Indonesia yang lebih maju. Tidak hanya bagi mereka yang berada di pemerintahan tetapi bagi tokoh di luar pemerintahan.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyinggung amendemen UUD 1945 dalam Pidato Sidang Tahunan MPR 2021. Ia mengatakan amendemen konstitusi terbatas dan hanya fokus pada Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.

Baca juga: Titi: Isu amendemen UUD sangat rentan dipolitisasi

"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata dia.

PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50 hingga 100 tahun mendatang yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.

Keberadaan PPHN tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional, baik dalam bentuk rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) maupun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), katanya.

"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan sistem perencanaan pembangunan nasional, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis," kata dia.

Baca juga: Mahfud sebut amendemen UUD 1945 kewenangan MPR RI

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021