Jakarta (ANTARA) - Total penduduk Indonesia saat ini sekitar 270 juta jiwa, maka kebutuhan vaksin COVID-19 akan sangat banyak. Jika dua kali dosis, maka untuk 70 persen penduduk Indonesia, dibutuhkan 378 juta dosis yang harus dipenuhi.

Sementara hingga saat ini belum sampai 20 persen penduduk Indonesia yang sudah divaksinasi COVID-19 dengan dua dosis.

Oleh karena itu, pengembangan Vaksin Merah Putih menjadi sesuatu yang mendesak dan merupakan program prioritas Indonesia untuk mencukupi kebutuhan vaksin COVID-19.

Vaksin Merah Putih merupakan suatu kontribusi yang dinantikan bangsa Indonesia untuk bisa menjawab kebutuhan vaksin COVID-19 dalam negeri terutama dalam jangka menengah dan panjang.

Pemenuhan kebutuhan vaksin COVID-19 saat ini masih bergantung dari ketersediaan dari pengembang vaksin di luar negeri. Hampir seluruh negara berburu vaksin COVID-19 untuk kebutuhan mereka demi melindungi masyarakat mereka masing-masing.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan mengembangkan vaksin sendiri. Sambil menunggu vaksin buatan dalam negeri tercipta, kebutuhan vaksin COVID-19 sekarang ini masih bergantung suplai yang didapatkan dari luar negeri atau melalui kerja sama dengan pihak luar negeri.

Hingga saat ini ada enam platform pengembangan Vaksin Merah Putih, diantaranya ada dua platform yang memiliki progres tercepat yakni vaksin yang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang bekerja sama dengan PT Bio Farma, dan yang dikembangkan Universitas Airlangga dan PT Biotis.

Empat platform yang mengembangkan vaksin Merah Putih lainnya, yakni dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Baca juga: Eijkman: Vaksin Merah Putih diharapkan penuhi 50 persen kebutuhan

Skala industri

Lembaga Eijkman mengembangkan bibit vaksin berbasis sub-unit protein rekombinan, sementara Universitas Airlangga membuat bibit vaksin yang berbasis virus yang dimatikan atau diinaktivasi.

Penelitian dan pengembangan vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga sudah memasuki tahap uji praklinik tahap II. Pada uji praklinik tahap I, dilakukan uji kepada objek mencit transgenik dengan hasil aspek keamanan dan imunogenisitas baik.

Sementara pada uji praklinik tahap II, sedang dilakukan uji kepada hewan makaka atau monyet.

Jika diperoleh hasil yang baik sesuai target dari uji praklinik, maka dapat dilanjutkan ke uji klinik pada manusia.

Eijkman telah mengembangkan bibit Vaksin Merah Putih sekitar April 2020 dan telah menyerahkan bibit itu kepada PT Bio Farma sebagai mitra industri sekitar April 2021.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan pihaknya telah menyelesaikan tahap penelitian dan pengembangan bibit vaksin di laboratorium. Selanjutnya, dilakukan proses peralihan dari tahap laboratorium untuk masuk ke industri.

Dalam proses transisi tersebut, banyak kegiatan yang dilakukan untuk memastikan bibit vaksin bisa dikembangkan di skala industri di antaranya optimasi, scalling up dan peningkatan yield atau produktivitas vaksin.

Peralihan dari laboratorium ke industri itu bukan hal yang mudah karena bibit vaksin yang dikembangkan di laboratorium masih dalam skala kecil, sementara perlu sejumlah penyesuaian untuk bisa mengembangkannya dalam skala besar di industri.

Pada skala lab, bibit vaksin dibiakkan dalam jumlah hitungan skala kecil, yakni misalnya 100 mililiter, sementara untuk skala industri, dibiakkan mulai dari puluhan liter hingga ratusan liter.

Baca juga: Eijkman: Uji klinik Vaksin Merah Putih ditargetkan akhir tahun 2021

Efikasi

Proses penyesuaian untuk skala industri itu dilakukan untuk mencari kondisi terbaik agar vaksin tetap sesuai persyaratan yakni efektif dan aman serta perolehan produktivitasnya tinggi sehingga bisa diproduksi dengan ekonomis.

Indonesia tentunya tidak ingin selamanya bergantung pada suplai dari luar negeri yang tidak terjamin kapan tersedianya secara berkala dan cukup untuk kebutuhan seluruh penduduk di Tanah Air.

Oleh karenanya, keberhasilan pengembangan Vaksin Merah Putih akan menandakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia serta untuk kemandirian bangsa terhadap vaksin.

Sebagaimana diketahui, meski sudah divaksinasi saat ini, masih tetap dibutuhkan pemeliharaan kekebalan tubuh di periode mendatang karena kekebalan tubuh yang terbentuk sekarang ini tidak bertahan selamanya.

Hasil studi menunjukkan kekebalan seseorang yang berhasil sembuh dari COVID-19 rata-rata hanya bertahan delapan bulan.

Untuk itu, diperlukan revaksinasi atau penyuntikan booster kepada masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan itu, maka vaksin Merah Putih sangat diharapkan bisa segera terwujud dengan memiliki efikasi, keamanan dan khasiat yang efektif membangun kekebalan tubuh, terbukti secara ilmiah dan sesuai standar regulasi dari otoritas.

Setelah proses optimasi, scalling up, dan peningkatan yield selesai dilakukan, dilanjutkan ke uji praklinik pada hewan. Uji pada hewan itu diharapkan akan selesai dalam beberapa bulan sehingga bisa lanjut ke uji klinik tahap 1 hingga tahap 3.

Karena dalam kondisi pandemi, maka uji klinik tahap 1, 2 dan 3 dapat dilaksanakan secara paralel, di mana pada pertengahan tahap 1, dapat dimulai tahap 2. Sementara uji klinik tahap 3 dapat dimulai pada pertengahan tahap 2.

Baca juga: BRIN: Izin edar darurat Vaksin Merah Putih ditargetkan medio 2022

Berkhasiat dan halal

Dalam pengembangan Vaksin Merah Putih, diupayakan untuk mencapai efikasi setinggi mungkin, misalnya sekitar 70-80 persen, sehingga bermanfaat dalam membangun kekebalan tubuh melawan virus corona yang mengakibatkan penyakit COVID-19.

Ditargetkan pada akhir tahun 2021 atau awal tahun 2022, uji klinik tahap 1 Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Eijkman bekerja sama dengan PT Bio Farma dapat dimulai.

Vaksin Merah Putih diharapkan bisa mulai digunakan kepada masyarakat pada pertengahan 2022 saat izin penggunaan darurat (emergency use authorization) diperoleh.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pemerintah sepenuhnya mendukung berbagai pihak dan lembaga dalam negeri yang ingin mengembangkan Vaksin Merah Putih.

Lembaga tersebut memfasilitasi para peneliti dan industri untuk menghasilkan vaksin yang terbukti secara ilmiah dan sesuai standar regulasi dari otoritas, sehingga bisa segera dihilirisasikan oleh industri.

Dukungan lain yang diberikan pemerintah adalah sedang membangun fasilitas Good Manufacturing Practice (GMP) untuk produksi terbatas vaksin dan fasilitas animal Biosafety Level 3 (BSL-3) untuk primata skala besar. Fasilitas tersebut sangat diperlukan untuk kebutuhan uji praklinik dan uji klinik vaksin itu.

Selain itu, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus mengawal proses dari penelitian hingga produksi di industri untuk menjamin vaksin yang dihasilkan aman, berkhasiat, bermutu dan halal.

Percepatan pengembangan Vaksin Merah Putih bukan semata-mata sebagai perlombaan belaka untuk mengejar efikasi tertinggi, namun untuk kepentingan kesehatan dan kehidupan masyarakat Indonesia yang butuh akan vaksin COVID-19.

Yang penting adalah vaksin bersifat aman, berkhasiat, dan halal. Jika efikasi vaksin sudah mencapai lebih dari 50 persen sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), maka vaksin tersebut dapat digunakan untuk masyarakat.

Keberadaan Vaksin Merah Putih akan dapat menjamin ketersediaan vaksin COVID-19 di masa mendatang secara berkelanjutan.

Vaksin Merah Putih diharapkan dapat segera dihasilkan untuk menjawab tantangan terkait kebutuhan vaksin COVID-19 yang digunakan untuk pemeliharaan kekebalan tubuh melawan serangan virus corona penyebab COVID-19.

Dengan pemberian vaksin tersebut, masyarakat diharapkan bisa memiliki kekebalan tubuh yang terjaga sehingga dapat tetap sehat dan produktif untuk melakukan aktivitas demi pemulihan ekonomi secara menyeluruh.*

Baca juga: Empat industri farmasi swasta transfer teknologi vaksin ke Indonesia

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021