Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Mulyanto mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam merilis data angka kematian akibat COVID-19 secara nasional.

"Pemerintah jangan main-main soal data COVID-19, karena ini merupakan pandemi global, dimana setiap data yang dipublikasikan di suatu negara disorot dan dijadikan acuan oleh negara lain," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Mulyanto menegaskan pemerintah harus jujur dan transparan agar proses penanggulangan COVID-19 di Indonesia dapat dilaksanakan secara tepat.

"Ini bukan semata-mata soal transparansi jumlah korban jiwa akibat COVID-19, tapi juga menyangkut nama baik bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Jangan sampai dunia menganggap Indonesia tidak jujur terkait data kematian COVID-19," ujarnya.

Baca juga: Luhut masih harmonisasi data kematian untuk asesmen level PPKM

Baca juga: KSP tindaklanjuti soal perbedaan data kematian COVID-19 di Lampung


Mulyanto menyatakan pemerintah merilis data kematian akibat COVID-19 per-tanggal 5 September 2021 sebanyak 135.861 jiwa. Namun, The Economist memperkirakan data kematian akibat COVID-19 di Indonesia lebih besar lagi yaitu 280 ribu hingga 1,1 juta orang atau 500 persen dari angka resmi pemerintah.

Selain itu kata Mulyanto, beberapa hari sebelumnya Pemerintah Malaysia juga mempertanyakan penurunan jumlah penyebaran dan kematian akibat COVID-19 di Indonesia. Pemerintah Malaysia merasa heran data terkait COVID-19 yang disampaikan Pemerintah Indonesia lebih rendah dari Malaysia. Padahal sebelumnya jumlah kasus COVID-19 Indonesia lebih tinggi dari Malaysia.

Mulyanto mengungkapkan data lapangan, terutama di perdesaan, ada kecenderungan kematian COVID-19 ditutupi sebagai kematian biasa. Masyarakat kata dia, tidak ingin penanganan jenazah korban termasuk penguburannya menjadi berbelit-belit.

"Jadi memang cukup masuk akal kalau data kematian COVID-19 yang disajikan pemerintah lebih kecil dari angka yang sesungguhnya," ujar Mulyanto.

Menurut Mulyanto, persoalan akurasi data adalah masalah yang klasik, hampir di berbagai sektor terjadi. Namun demikian, terkait perbaikan data kematian COVID-19 perlu mendapat perhatian serius pemerintah.

"Salah data bisa salah kebijakan dan strategi," ucap Mulyanto menegaskan.

Baca juga: 50.000 kasus COVID-19 belum diperbarui imbas keterlambatan laporan

Pewarta: Fauzi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021