Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) mengupayakan advokasi untuk membela Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menghadapi persoalan hukum di luar negeri.

"AAI memberikan advokasi untuk TKI bermasalah sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AAI, Humphrey Djemat di Jakarta, Senin malam.

Humprey menyatakan pihaknya mengoptimalkan sumber daya manusia pada organisasi advokat itu, berdasarkan ketentuan bidangnya.

Namun demikian, Humphrey tidak menyebutkan AAI menyiapkan tim khusus penasihat hukum bagi TKI bermasalah.

Pengacara senior itu, menambahkan AAI bersama masyarakat bertekad memperjuangkan pembelaan terhadap TKI yang menghadapi perkara di luar negeri.

"Kita siapkan advokat pejuang yang membela kepentingan masyarakat, salah satunya membantu TKI bermasalah," ujar Humphrey.

Humphrey menyebutkan kebijakan AAI mendapatkan dukungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai lembaga pemerintah yang menangani pengiriman TKI.

Humphrey mencontohkan kasus penganiayaan majikan terhadap seorang TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, Sumiati di Madinah, Arab Saudi.

Sumiati mengalami luka bakar pada beberapa bagian tubuh dengan kondisi kedua mengalami kelumpuhan, serta bibir terluka akibat guntingan.

Selain memprogramkan advokasi terhadap TKI bermasalah, organisasi advokat beranggotakan sekitar 8.000 orang itu, akan memberantas praktik mafia hukum yang melibatkan pengacara, penyidik, penuntut umum hingga majelis hakim.

Praktisi hukum itu, mengungkapkan salah satu cara memberantas praktik mafia yang melibatkan penegak hukum, antara lain dengan menempatkan Johnson Panjaitan sebagai Sekretaris Jenderal AAI untuk mengkritisi lembaga penegak hukum pemerintah.

Sementara itu, anggota Dewan Kehormatan Pusat AAI, OC Kaligis menambahkan mendukung langkah AAI untuk mengkritisi lembaga penegak hukum pemerintah.

Kaligis beralasan saat ini pemerintah kerap menempatkan sumber daya manusia yang tidak mengerti tentang "anatomi" hukum pada lembaga penegak hukum.

"Seharusnya pemerintah menempatkan orang yang mengerti implementasi hukum dan mengetahui ada praktik mafia hukum di Indonesia," tutur Kaligis. (T014/B012/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011