Indonesia kaya akan biodiversitas dari tanaman obat
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mendorong pengembangan obat bahan alam atau jamu menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka untuk memperkuat kemandirian Indonesia di bidang farmasi.

"BPOM bersama lintas sektor terkait tentunya mempunyai komitmen yang sama untuk bisa berupaya untuk mendorong pengembangan bahan alam atau jamu obat tradisional sehingga menjadi produk yang lebih berdaya saing yang memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih baik untuk menjadi produk obat berbahan alam terstandar dan juga produk fitofarmaka," kata Penny dalam Webinar Series Peluang Pengembangan Obat Bahan Alam menuju Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Inovatif di Jakarta, Rabu.

Pengembangan obat herbal terstandar dan fitofarmaka juga ditujukan untuk mengisi kekosongan obat kimia yang belum tersedia atau juga merupakan terapi adjuvan atau tambahan terhadap standar terapi yang sudah ada untuk mempercepat proses penyembuhan, meningkatkan akses dan ketersediaan obat, serta memberikan alternatif dalam pengobatan di Tanah Air sehingga diharapkan bisa digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

BPOM akan terus membuka dialog dan siap bersinergi dengan lintas sektor mendukung dan berkontribusi secara konkrit dengan berbagai aktivitas bersama untuk melakukan inovasi untuk percepatan pengembangan dan pemanfaatan obat berbahan alam sehingga mampu meningkatkan daya saing produk-produk tersebut dan bahkan dapat menembus pasar global serta utamanya dapat menjadi alternatif dalam pengobatan di Indonesia.

"Sehingga melalui penambahan nilai ini diharapkan akan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi baik di masyarakat maupun pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Penny.

Hingga saat ini telah terdaftar lebih dari 11.000 produk jamu, sebanyak 80 produk obat herbal terstandar dan 26 produk fitofarmaka di BPOM. Angka itu tentunya masih jauh dari potensi dan peluang yang ada untuk pengembangan obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Baca juga: BPOM dampingi 15 penelitian obat herbal untuk tambahan terapi COVID-19

Baca juga: Ini kriteria klaim obat tradisional yang diperbolehkan BPOM

Baca juga: BPOM: Jamu untuk tingkatkan imun tubuh bukan membunuh virus


Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan obat berbahan alam adalah upaya untuk mencari pembuktian ilmiah dari aspek keamanan dan khasiat dari obat berbahan alam dan dampaknya pada manusia.

"Kita semua menyadari bahwa Indonesia kaya akan biodiversitas dari tanaman obat dan ini merupakan potensi yang besar untuk kita kembangkan bersama, dan pemanfaatan potensi ini tentunya perlu kita kawal dimulai dari sejak pengembangan di skala penelitian laboratorium sampai juga hilirisasinya menjadi produk komersil agar dapat menjadi obat bahan alam yang berkualitas," tutur Penny.

Menurut Penny, pembuktian ilmiah tersebut perlu dilakukan secara etis dan aman melalui serangkaian penelitian yang panjang dan melalui berbagai tahapan mulai dari uji praklinik pada hewan untuk pengembangan obat herbal terstandar dan atau melalui uji klinik untuk pengembangan fitofarmaka dengan menggunakan subjek manusia.

Standardisasi senyawa aktif atau marker dari bahan baku maupun produk-produk jadi yang konsisten juga merupakan salah satu tahapan penting yang dapat mendukung keberhasilan dari pengembangan obat berbahan alam menuju obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Untuk itu, Penny menuturkan pemahaman mengenai standar dan regulasi serta metodologi pengembangan produk melalui uji klinik perlu dibangun bersama.

Dalam rangka memberikan dukungan penuh untuk hilirisasi pengembangan obat bahan alam dari suatu hasil penelitian, BPOM secara intensif memberikan dukungan mulai dari hulu, yakni pada tahap penelitian hingga pendampingan terhadap para peneliti dan pelaku usaha pada saat pengembangan hilirisasinya.

BPOM juga memberikan penyederhanaan fleksibilitas dalam proses pelaksanaan uji klinik dan registrasi. Namun, fleksibilitas yang diberikan untuk uji praklinik dan uji klinik tersebut harus tetap mengedepankan dan tidak mengorbankan aspek keamanan, khasiat dan mutu dari obat berbahan alam.

"Tentunya upaya-upaya ini dilakukan agar dari setiap pelaksanaan uji klinik, dapat diperoleh data klinik yang valid dan kredibel sehingga produk-produk berbahan alam ini menjadi obat herbal terstandar berkualitas dan atau fitofarmaka yang berdaya saing yang siap dimanfaatkan masyarakat dan tentunya bersaing nantinya di pasar," kata Penny.

Baca juga: BPOM: Indonesia kaya potensi sumber daya genetik untuk obat bahan alam

Baca juga: BPOM ingatkan warga waspadai klaim berlebihan khasiat obat herbal


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021