Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo mengatakan pandemi COVID-19 telah memperlihatkan kerentanan sektor pariwisata sehingga perlu ada dorongan untuk memastikan pengembangan pariwisata Indonesia yang lebih resilien (tangguh) ke depannya.

“Saat ini, pemerintah telah merubah paradigma pembangunan pariwisata indonesia yang berkualitas, berkelanjutan, serta inkulsif,” kata Angela Tanoesoedibjo dalam sebuah webinar, di Jakarta, Selasa.

Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), ujarnya, antara lain pertama ialah pengembangan potensi pariwisata domestik yang lebih resilien.

Pada tahun 2019, kata dia, tercatat sebanyak 282,93 juta perjalanan wisatawan nusantara di dalam negeri dengan total pengeluaran Rp307,75 triliun. Sementara untuk wisatawan mancanegara (wisman) tercatat pengeluaran sebesar Rp290 triliun dengan 16,11 juta turis.

“PR-nya (Pekerjaan Rumah) di sini adalah bagaimana dengan jumlah wisman yang begitu besar agar spending (pengeluaran) wisman bisa ditingkatkan,” utara Angela.

Selain itu, terdapat potensi terhadap wisatawan indonesia yang ke luar negeri sebanyak 9,5 juta orang dengan mengeluarkan sekitar Rp150 triliun berdasarkan catatan tahun 2018. Baginya, hal ini dapat dimaksimalkan dalam strategi pengembangan pariwisata domestik ke depan agar semakin banyak wisatawan bewisata di Indonesia.

Langkah kedua ialah peningkatkan kualitas ekosistem pariwisata mulai dari destinasi, sumber daya manusia (SDM), dan tata kelola beserta manajemennya.

Pemerintah disebut terus berkomitmen dalam pembangunan pariwisata Indonesia terutama di lima destinasi super prioritas dan berbagai destinasi yang disebut low hanging fruit destination (perumpamaan untuk target-target yang relatif mudah dijangkau, diselesaikan dengan waktu relatif cepat, dan tak memerlukan usaha atau effort yang besar).

Beberapa destinasi low hanging fruit dalam proses pemulihan pariwisata akibat pandemi yaitu Bali, Batam, dan Bintan yang akan menjadi penarik pariwisata Indonesia untuk dunia.

Ketiga, ungkap Angela, yakni pengembangan ekosistem pariwisata digital. Adanya digitalisasi dianggap telah mengubah pola wisatawan berwisata, apalagi pasca pandemi yang mempengaruhi penggunaan digital semakin terakselerasi.

“Maka dari itu, seluruh pelaku pariwisata perlu melihat peluang digitalisasi ini. Mulai dari penggunaan teknologi untuk peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja SDM sampai dengan akses kepada konsumen, pemasaran, dan peningkatan pelayanan kepada turis,” tukas Wamenparekraf.

Pada langkah terakhir, adalah pengembangan pariwisata berbasis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sektor ekonomi kreatif (ekraf) dan kearifan lokal.

Angela berpendapat bahwa sektor ekraf membutuhkan konsumen yang dapat didatangkan melalui sektor pariwisata. Sementara itu, sektor pariwisata membutuhkan sektor ekraf untuk memperkaya pengalaman berwisata sekaligus mendorong wisatawan untuk menyisihkan spending dan meningkatkan waktu length of stay (lama tinggal).

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021