Oleh karena itu keuangan syariah layak menjadi alternatif baru dan menawarkan model keuangan yang lebih prospektif dalam lanskap ekonomi global
Jakarta (ANTARA) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan BI terus mengembangkan suku bunga acuan bebas risiko yang sesuai prinsip syariah, untuk memperkuat daya saing industri keuangan syariah.

Penguatan ini diperlukan untuk menghadapi dampak penghentian London Interbank Offered Rate (LIBOR) mulai akhir 2021.

"Pengembangan standarisasi dalam pasar keuangan syariah akan memperkuat pengelolaan likuiditas sehingga dapat meningkatkan arus investasi yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi riil," kata Destry dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.

Pasar keuangan syariah, kata dia, telah menunjukkan ketahanan yang lebih kuat berdasarkan pengalaman krisis keuangan global sebelumnya. Hal ini karena praktik keuangan syariah berkaitan dengan sektor riil dan menghindari transaksi berbasis bunga serta transaksi berbasis spekulasi.

"Oleh karena itu keuangan syariah layak menjadi alternatif baru dan menawarkan model keuangan yang lebih prospektif dalam lanskap ekonomi global," imbuhnya.

Bank Indonesia terus mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk dengan mengembangkan berbagai instrumen moneter untuk pasar uang syariah seperti Sukuk Bank Indonesia, FX Term Deposit, fasilitas Wakalah dan fasilitas Repo untuk pengelolaan likuiditas, yang tidak hanya memiliki tujuan komersial, tetapi juga sosial.

Baca juga: Wapres optimistis RI jadi pemain kunci industri keuangan syariah dunia

Destry menambahkan BI dan sejumlah institusi seperti Kementerian Keuangan, Badan Wakaf Indonesia, dan Kementerian Agama, juga telah bekerja sama untuk meluncurkan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Kerja sama tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global.
​​

Sementara itu Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengatakan optimis terhadap pengembangan industri pariwisata halal di Indonesia meski terdampak pandemi COVID-19. Ia mengatakan pariwisata halal memiliki tiga strategi untuk beradaptasi di tengah kenormalan baru.

Strategi pertama ialah membangun infrastruktur yang mendukung kegiatan pasca-pandemi, khususnya yang terkait peran teknologi digital yang makin penting dalam mendukung pariwisata. Kedua, beralih ke model pariwisata berkelanjutan yang menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan dengan melibatkan komunitas lokal.

"Dan ketiga, penguatan ekosistem pariwisata ramah muslim, yang mencakup hotel, transportasi, makanan, paket wisata dan keuangan, untuk memenuhi kebutuhan wisatawan muslim yang trennya meningkat," ucapnya.

Baca juga: BI: Digitalisasi kunci kembangkan ekonomi Islam
 

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021