Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan pencalonan presiden dari nonpartai politik sudah diberi ruang oleh Undang-Undang Dasar, sehingga gagasan tersebut konstitusional.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, LaNyalla menjelaskan, sebelum amendemen, naskah asli Undang-Undang Dasar 1945 telah memberi ruang kepada utusan daerah dan utusan golongan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di dalam MPR.

Setelah Amendemen, lanjut dia, meskipun disebut pengusung adalah partai politik dan atau gabungan partai politik, namun hakikat dari hak dasar warga negara masih diakui oleh konstitusi.

Dikatakannya, hak mencalonkan dan dicalonkan sebagai pemimpin dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28D Ayat (3) yang jelas mengatakan "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

“Oleh karena itu DPD RI akan terus menggelorakan rencana Amendemen perubahan ke-5," kata LaNyalla.

Dalam Rapat Pimpinan Terbatas Dewan Pimpinan Nasional Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) dan Laskar Siliwangi Indonesia (LSI) yang dihadirinya secara virtual, LaNyala menjelaskan, sebelum Amendemen 1 sampai 4, utusan daerah dan utusan golongan mempunyai kewenangan sama dengan anggota DPR RI yang merupakan representasi partai politik.

"Termasuk dalam mengajukan pasangan capres-cawapres. Namun, setelah amendemen, utusan golongan dihapus, dan utusan daerah menjadi DPD RI, tetapi kewenangan DPD RI sebagai wujud dari utusan daerah dibatasi, tidak boleh usung capres-cawapres. Hak itu yang ingin dikembalikan oleh DPD," terangnya.

Apalagi, kata LaNyala, sebagian besar masyarakat Indonesia juga menginginkan adanya calon pemimpin yang bukan dari kader partai. Seperti hasil survei Akar Rumput Strategic Consulting atau ARSC, yang dirilis pada 22 Mei 2021 lalu, dimana sekitar 71,49 persen responden ingin calon presiden dari unsur non-parpol.

"Sudah seharusnya DPD RI, sebagai peserta pemilu dari unsur non-partai politik bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden yang merupakan representasi masyarakat itu," ujarnya.

LaNyalla juga menyorot kontribusi besar dari entitas "civil society" dalam lahirnya bangsa Indonesia. Entitas "civil society" seperti raja dan sultan nusantara, kaum pendidik, ulama, cendekiawan, dan lain-lain punya peran konkret bagi negara. Itu terjadi jauh sebelum partai politik muncul dalam sistem kenegaraan Indonesia.

"Kenapa entitas-entitas "civil society" tersebut tidak bisa terlibat dalam menentukan perjalanan bangsa? Inilah situasi paradoksal yang terjadi setelah amandemen saat itu. Inilah yang mendorong DPD untuk melakukan amandemen konstitusi ke-5,” pungkas LaNyala.

Baca juga: Ketua DPD RI sebut amendemen percepat jalan Indonesia Emas 2045

Baca juga: Ketua DPD dorong mahasiswa ikut pikirkan masalah bangsa

Baca juga: Ketua DPD: Koreksi pasal 33 untuk kembali pada ekonomi Pancasila




Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021