Jakarta (ANTARA) - Alhamdulillah, puji syukur akhirnya pemerintah dan atau Presiden, berketetapan memutuskan Bapak Perfilman Nasional Usmar Ismail, menjadi pahlawan nasional tahun 2021 ini.

Pengumuman resmi penetapan Usmar Ismail telah disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021.

Ini tentu momen menarik dan penting buat kalangan perfilman: pertama, sejak tahun ini dan seterusnya, insan perfilman memiliki pahlawan nasional. Kedua, insan perfilman pun kini mempunyai _role model_ seperti apa tokoh perfilman yang dapat menjadi panutan.

Ketiga, inilah salah satu pahlawan nasional yang ditetapkan karena jasa-jasanya, bukan karena status militernya atau berperang secara fisik, melainkan lantaran perjuangan di bidang kebudayaan, khususnya bidang perfilman. Sesuatu yang selama ini masih langka.

Baca juga: PARFI ungkap rasa syukur atas gelar pahlawan untuk Usmar Ismail

Tentu kalangan film patut bersuka cita, bangga dan bersyukur atas penetapan Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional. Khusus bagi saya pribadi, kebanggaan itu menjadi berlipat ganda.

Kenapa? Selain saya sebagai salah satu dari lima orang yang mengusulkan pengangkatan Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional, kebetulan sayalah yang didapuk oleh kelima pengusung ini untuk membuat naskah akademis untuk pengajuan Usmar Ismail sebagai pahlawan nasional.

Penyusunan naskah akademis ini, menjadi salah satu bagian yang saya rasa paling rumit dan riskan dalam pengajuan Usmar Ismail sebagai calon pahlawan nasional kala itu.

Jika ada kekeliruan data sedikit saja dalam naskah akademis itu, pastilah pencalonan itu langsung gugur. Begitu juga, kalau ada metodologi dan kesimpulan yang tidak tepat, pencalonan Usmar Ismail kala itu pasti langsung tamat.


Sangat Fokus dan Serius

Menyadari tugas dan amanat yang besar itu, saya memutuskan untuk mengerjakan pembuatan naskah akademis ini dengan sangat serius, fokus, sepenuh hati dan teliti. Tidak kurang dua minggguan saya full mengerjakan tugas dan amanah ini di rumah.

Setiap hari dari Subuh sampai tengah malam pekerjaan saya kala itu cuma berurusan dengan pembuatan naskah akademis ini. Kerjanya saya hanya menulis, makan, dan menulis. Begitu konsentrasinya mengerjakan hal tersebut, terkadang dua tiga hari saya tidak mandi, karena takut kehilangan “mood” yang saya sudah bangun buat penulisan ini.

Lantaran waktu itu masih ada keterbatasan dana untuk penulisan naskah akademis, seluruh riset pengumpulan data, dan wawancara buat konfirmasi serta dan lain sebagainya, harus dari kocek pribadi. Beruntung, untuk urusan semacam beginian saya masih dikaruniai Tuhan rejeki, sehingga sama sekali tidak memberatkan.


Tim Inti

Rentetan pengajuan Usmar Ismail sebagai (waktu itu) calon pahlawan nasional, dimulai manakala pada tanggal 5 - 6 Juni 2017 dalam Rapat Persiapan Usul Gelar Pahlawan Usmar Ismail di Jakarta, kami berlima ditetapkan sebagai TIM KECIL sekaligus TIM INTI untuk mempersiapkan semua keperluan yang terkait dengan pengajuan calon pahlawan Usmar Ismail, termasuk pemenuhan prosedur dan substansi yang diperlukan.

Kelima orang tersebut (alfabetis): Adi Surya Abdy, Akhlis Suryapati, Maman Widjaya, Sonny Pudjisasono dan saya (Wina Armada Sukardi). Rapat tersebut difasilitasi oleh Pusat Pengembangan (Pusbang) Perfilman Kemendikbud (saat itu belum memakai tambahan nama Ristek).

Baca juga: Alasan Usmar Ismail pantas mendapat gelar Pahlawan Nasional

Pertama-tama, kami harus memeriksa segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses pengajuan calon pahlawan nasional, seperti UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, Tanda Kehormatan sekaligus PP No 34 Tahun 2010 tentang pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2009 itu, serta sederet peraturan lainnya.

Untuk memastikan langkah kami tepat dan tidak keliru, kami berkonsultasi dengan Dinas Sosial DKI, instansi tempat (ketika itu) calon pahlawan Usmar Ismail diajukan. Kami juga berkonsultasi dengan Kementerian Sosial, lembaga yang mengurus dan menangani pengajuan calon pahlawan.

Setelah memahami seluruh prosedur dan mekanisme yang ada, kami segera menyusun seluruh dokumen yang diperlukan dan mengikuti mekanisme prosedur yang ditetapkan, termasuk harus adanya naskah akademis.

Kami Tim Inti lantas membagi-bagi tugas, saya kebagian mengerjakan beberapa hal, termasuk yang paling krusial, adalah membuat naskah akademisnya.


Bukti konkret

Dalam dokumen pengajuan calon pahlawan nasional, seluruh pernyataan, kutipan dan argumentasi yang kita ajukan harus disertai bukti konkret. Misalnya apabila nama calon pahlawan yang diajukan sudah dipakai untuk sebuah nama gedung penting di Jakarta, data ikhwal gedung tersebut harus kita sertakan.

Jika kita menyebut sang calon sudah pernah mendapat bintang jasa, kita perlu lampirkan bukti-bukti bintang jasa dan tingkat-tingkatan. Demikian pula andai kita menyebut calon yang diajukan sudah pernah membuat 22 film, film-film tersebut harus kita sertakan sebagai bukti.

Begitu pun jika ada buku yang kita kutip, bukti buku tersebut fisiknya harus kita perlihatkan. Tak sampai disitu, bahkan bukti surat kematian pun perlu kita ajukan. Inilah yang membuat bukti-bukti yang kami ajukan sampai mencapai 13 box kontainer plastik besar.


Bebas dari Pengkhianatan

Sebelum diajukan sebagai calon pahlawan nasional, kami lebih dahulu harus menyisir dan memastikan apakah Usmar Ismail dalam hidupnya pernah “berkolaborasi” dengan pihak penjajah melawan Republik Indonesia atau tidak.

Sesuai peraturan perundang-undangan, betapa pun banyak jasanya, kalau ternyata si calon pernah “berkolaborasi” dengan penjajah melawan Republik Indonesia, maka nama orang yang diusung menjadi calon pahlawan, tidak mungkin ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Untuk menjadi pahlawan nasional, calon yang diajukan harus benar-benar bersih dari unsur pernah “berkhianat” atau bekerja sama untuk atau dengan penjajah, melawan Republik Indonesia. Seorang pahlawan tidak mungkin mempunyai catatan sejarah berkhianat kepada bangsanya.

Baca juga: Pemerintah pertimbangkan Usmar Ismail jadi pahlawan nasional

Ini prinsip dasar. Saya mendengar ada beberapa calon pahlawan yang pernah diajukan ternyata terbukti pernah “berkolaborasi” dengan penjajah atau berada pada pihak penjajah melawan Republik Indonesia, tidak dapat (baca : tidak pernah) ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Pencalonannya otomatis gugur.

Maka kami harus benar-benar memastikan, Usmar Ismail tidak pernah berkhianat atau “berkolaborasi” dengan penjajah melawan Republik Indonesia. Dari penyusuran kami hasilnya terang benderang, Usmar Ismail tidak pernah terlibat dalam “kolaborasi” dengan atau bersama penjajah menghadapi Republik Indonesia. Dari segi ini Usmar Ismail sudah aman.

Selanjutnya antara lain, kami harus membuktikan apa saja jasa-jasa Usmar Ismail kepada bangsa dan negara ini sehingga layak diberi kehormatan sebagai pahlawan nasional? Jika nama yang diajukan berasal dari militer dan pencalonannya terkait dengan aktivitas militernya, boleh jadi lebih mudah dibuktikan lewat fakta fisik seperti pertempuran di mana dan kapan serta bagaimana kejadiannya.

Berbeda dengan Usmar Ismail, yang kami ajukan sebagai pahlawan kebudayaan, khsususnya film, pembuktian jasa-jasanya harus dengan data dan argumen yang kuat dan relevan dengan ketahanan budaya bangsa dan negara. Alhamdullilah kami dapat menemukan konsep dan rumusannya.


Seminar di Berbgai Kota

Setelah semuanya rampung, kami melakukan uji coba melalui seminar di beberapa kota besar seperti: Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, Bukit Tinggi dan lainnya. Peserta para sejarahwan, budayawan, pengamat film, akademisi, dan wartawan.

Di setiap seminar para peserta atas inisiatif mereka sendiri membuat pernyataan mendukung pencalonan Usmar Ismar sebagai calon pahlawan nasional.

Pernyataan-pernyataan mereka kami lampirkan sebagai salah satu dokumen pendukung. Biaya untuk seminar ini sepenuhnya didukung oleh Pusbang Film Kemendikbud. Kini Pusbang Film sudah dibubarkan dan diganti dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media (PPM), tapi tetap berada di bawah Dirjen Kebudayaan. Dukungan dari Pusbang Film tetap dilanjutkan oleh PPM.

Setelah kami ajukan pada tahun 2018, syukurlah, semua persyaratan pada semua tingkatan dan instansi, sudah dinyatakan memenuhi syarat. Oleh sebab itu dari Dinas Sosial DKI mengajukan rekomendasi ke Gubernur DKI. Gubernur DKI menyetujuinya dan diajukan ke Kementerian Sosial, yang juga menyetujuinya. Lalu diajukan ke Dewan Gelar Pusat, diperiksa juga oke. Lalu diajukan ke presiden.

Dalam pencalonan pahlawan nasional Usmar Ismail ini, ada banyak keunikan. Beberapa di antaranya: Usmar Ismai lahir dan merupakan salah satu tokoh dari Sumatera Barat, tapi tidak ada satu pengusul pun Usmar Ismail untuk ditetapkan menjadi pahlawan nasional berasal dari Sumatera Barat.

Baca juga: Peringatan HFN, Muspen terima hibah koleksi Usmar Ismail

Kedua, pengajuan calon pahlawan nasional Usmar Ismail melalui provinsi Jakarta, bukan Provinsi Sumatera Barat. Ketiga pencalonan dilakukan oleh non keluarga. Kenapa demikian? Hal ini karena Usmar Ismail merupakan tokoh lintas kesukuan, tokoh plural milik semua bangsa, dan bukan sekedar milik keluarga lagi, melainkan diakui secara nasional.

Diterima bersama oleh semua pihak. Dengan begitu, tidak ada lagi sekat-sekat keberadaannya dalam ketokohannya.

Pada tahap akhir penentuan atau penetapan gelar pahlawan nasional, apakah seseorang dapat menjadi pahlawan nasional atau tidak, dan kalau pun memenuhi syarat kapan akan ditetapkan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sepenuhnya berada di tangan presiden.

Tentu setiap tahun tahun usulan yang datang ke presiden tidak satu calon pahlawan nasional. Presidenlah yang memiliki hak untuk menentukan prioritas mana yang segera ditetapkan menjadi pahlawan nasional berdasar kewenangan yang diberikannya.

Presiden memiliki otoritas dan penilaian tersendiri yang tidak dapat diintervensi pihak manapun.

Setelah menunggu tiga tahun, tepat pada 100 tahun kelahirannya, Usmar Ismail ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Kita berterima kasih kepada presiden dan pemerintah atas anugerah gelar pahlawan nasional kepada Usmar Ismail pada tahun 2021 ini.

Hal ini merupakan sebuah kehormatan dan kebanggaan. Gelar Pahlawan Nasional memicu semangat juang buat insan perfilman. Khusus untuk saya pribadi, ditambah lagi dengan kebanggaan dan pengalaman khusus, karena sejarah mencatat saya, selain sebagai salah satu pengusul juga yang kebetulan didapuk membuat naskah akademisnya. Alhamdulillah, puji syukur. Amin.

*) Wina Armada Sukardi adalah wartawan senior dan ahli hukum pers

Copyright © ANTARA 2021