Jakarta (ANTARA) - "Saya merindukan bendera kebangsaan. Saya juga merindukan lagu kebangsaan Rusia karena saya amat ingin mendengarkannya ketika berdiri di podium tertinggi setelah kemenangan yang amat penting ini."

Kalimat itu diutarakan juara dunia senam Angelina Melnikova setelah merebut medali emas nomor semua alat putri dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2021 di Kitakyushu, Jepang, pada 25 Oktober.

Pesenam Rusia ini juga meraih medali perak senam beregu putri Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan medali emas beregu putri serta dua medali perunggu nomor perseorangan Olimpiade Tokyo 2020.

Baca juga: KOI dan LADI kebut penyelesaian sanksi WADA

Atlet-atlet Rusia termasuk Melnikova sampai saat ini dilarang badan antidoping dunia (WADA) berkompetisi di bawah nama Rusia sehingga bendera kebangsaan dan lagu kebangsaan negaranya tak boleh dikibarkan dan dinyanyikan ketika mereka menjuarai kompetisi internasional apa pun.

Tujuh hari sebelum Melnikova menyampaikan unek-uneknya, suara serupa dilontarkan beberapa pebulu tangkis Indonesia setelah sukses mengakhiri dahaga 19 tahun gelar juara Piala Thomas.

Salah satu pebulu tangkis itu, pemain ganda putra peringkat satu dunia Marcus Fernaldi Gideon, berkata, "cukup sedih sih enggak ada bendera Merah Putih. Mudah-mudahan masalah WADA cepat beres."

WADA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena tidak patuh dalam pemberian sampel doping yang salah satu akibatnya bendera kebangsaan Indonesia dilarang dikibarkan dalam ajang-ajang olahraga internasional, termasuk Thomas Cup 2020 yang dijuarai Indonesia.

Indonesia memang tidak dikenai sanksi seberat Rusia, namun atlet-atlet kedua negara terpaksa harus kehilangan momen sakral yang dirasakan atlet mana pun di dunia ketika bertarung dalam kompetisi-kompetisi tingkat dunia, yakni berkibarnya bendera kebangsaan mereka.

Atlet-atlet Rusia lebih gawat lagi, karena terpaksa dikalungi medali dan mengangkat piala tanpa diiringi lagu kebangsaannya, karena pelanggaran yang dilakukan lebih gawat; yakni doping bersponsor negara.

Bagi atlet, termasuk superstar-superstar seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, bertanding membawa nama negara selalu menjadi impian terbesar. Mereka akan amat bangga dan sangat berbahagia bisa naik podium sebagai yang terbaik dalam sebuah kompetisi bersama kibaran bendera kebangsaannya dan kumandang lagu kebangsaannya.

Buat sebagian orang mungkin itu sepele, tetapi bagi atlet itu perkara sangat penting. Bagi mereka, itu bukan sekadar momen besar, namun juga soal citra kolektif yang bersih sekalipun si atlet secara individual tak melakukan kelalaian apa-apa.

Sanksi WADA juga menyangkut kepatuhan kepada aturan main yang sudah disepakati, yang bagi atlet dan dunia olah raga dijunjung tinggi dan dijaga kuat-kuat karena berkaitan dengan sportivitas yang menjadi nafas dan spirit semua kompetisi yang sehat dan bersih.

Baca juga: LADI klaim telah selesaikan 24 pending matters penyebab sanksi WADA


Membuka diri

Namun Indonesia sendiri telah bergerak cepat. Dua hari setelah WADA menjatuhkan sanksi kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) yang adalah lembaga independen dalam kerangka keolahragaan nasional, otoritas-otoritas olah raga Indonesia, termasuk Kementerian Olah Raga, bergerak cepat menanggapi soal ini.

Sepuluh hari setelah sanksi WADA diumumkan, Senin 18 Oktober, Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari menyatakan akan berupaya keras agar sanksi segera dicabut.

Senin itu Oktohari ditunjuk oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali sebagai Ketua Tim Kerja Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA guna mempercepat investigasi atas sanksi yang dijatuhkan WADA kepada LADI.

Tim kerja ini hanya terdiri atas tujuh orang yang terdiri dari Oktohari, Sekjen KOI Ferry J. Kono, dua wakil LADI, dua wakil induk federasi olahraga, dan satu wakil dari pemerintah.

Lima hari kemudian Presiden Joko Widodo meminta persoalan itu diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin.

Sehari kemudian KOI membuka komunikasi dengan WADA dengan menemui langsung Presiden WADA Witold Banka dan Sekretaris Jenderal Olivier Niggli dalam General Assembly Asosiasi Komite Olimpiade Nasional (ANOC) di Kreta, Yunani.

Baca juga: KOI buka komunikasi dengan WADA guna bebaskan sanksi LADI

WADA ternyata membuka diri dalam membantu Indonesia menuntaskan masalah yang perlu diselesaikan (pending matter) yang membuat badan antidoping itu menjatuhkan sanksi kepada LADI.

Dari komunikasi itu pula terungkap WADA menyebut masalah tersebut selama ini sulit terselesaikan karena komunikasi antara LADI dan WADA berjalan tidak lancar.

Satgas Pembebasan Sanksi WADA juga terus mendorong LADI menyelesaikan 24 pending matter sebagai syarat pembebasan sanksi WADA, termasuk tunggakan LADI kepada laboratorium anti-doping di Qatar yang sudah dilunasi oleh pemerintah.

Kini, LADI tinggal menunggu pengawasan Lembaga Anti-Doping Jepang (JADA) sebagai salah satu lembaga anti-doping yang sudah terakreditasi dan terstandardisasi secara internasional, dalam melaksanakan tes doping guna memenuhi minimal sampel pengujian yang ditetapkan WADA.

Meskipun mengaku tidak bisa memberikan jawaban pasti mengenai kerangka waktu penyelesaian masalah ini, Oktohari bertekad akan bekerja semaksimal mungkin guna mempercepat pencabutan sanksi.

Sementara itu Wakil Kedua LADI Rheza Maulana mengungkapkan 24 pending matter yang seluruhnya masalah administratif, sudah dipenuhi. Dia juga mengungkapkan masih ada 122 tes doping sampai Desember nanti yang akan dilakukan acak saat kompetisi dan di luar kompetisi.

Baca juga: Bamsoet dukung investigasi penjatuhan sanksi WADA


Membesarkan hati

Semua mengebut menyelesaikan masalah ini. Satgas pimpinan Oktohari juga terus bekerja dan menginginkan masalah ini selesai sebelum SEA Games digelar Mei tahun depan di Vetnam.

Namun beberapa turnamen seperti tiga turnamen besar bulu tangkis yang dirangkum dalam Indonesia Badminton Festival di Bali yang diadakan November ini, mungkin akan mengalami hal seperti dialami tim bulu tangkis putra ketika merebut Piala Thomas.

Sanksi ini sendiri ternyata bukan yang pertama dialami LADI.

Mengutip laman WADA, pada 17 Februari 2017 atau setahun sebelum Asian Games 2018 digelar, WADA pernah menghapus organisasi antidoping Indonesia dari daftar tidak patuh setelah LADI dinyatakan sudah mengatasi masalah penggunaan laboratorium yang tak terakreditasi WADA.

Sebelum status tidak patuh itu dicabut, pada November 2016, WADA memasukkan Indonesia dan beberapa negara lain dalam daftar tidak patuh karena melakukan tes doping di tempat yang tidak terakreditasi WADA.

Sehari setelah pencabutan sanksi itu, pada 18 Februari 2017, Gatot S. Dewa Broto yang kala itu menjabat Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga menyatakan keputusan WADA dalam mencabut Indonesia dari daftar tidak-patuh "didasarkan atas langkah perbaikan yang dilakukan pemerintah bersama dengan LADI dalam dua bulan terakhir sejak sanksi November tahun lalu."

Kini Indonesia kembali cepat melakukan langkah perbaikan. Oktohari juga terus melaporkan kemajuan penyelesaian sanksi WADA kepada Presiden Jokowi seperti terakhir dia lakukan di sela Presiden menghadiri KTT G20 di Roma, Italia.

Baca juga: KOI laporkan progres sanksi WADA kepada Jokowi di sela KTT G20

Kepada Jokowi, Oktohari menandaskan bahwa pihaknya tengah berada dalam jalur komunikasi intensif dengan WADA, RADO (Badan Anti-Doping Regional) Asia, dan JADA.

Oktohari juga mengaku melihat ada celah bagi titik temu masalah ini.

Dan Selasa 2 November esok, akan ada rapat bersama para pemangku kepentingan, termasuk WADA, RADO Asia, JADA, LADI, Kemenpora, dan Kementerian Keuangan.

Kecepatan bertindak dan kerja maraton tim pimpinan Raja Sapta dan juga Menpora Zainudin Amali, serta komitmen kuat Presiden Jokowi, memang membesarkan hati sehingga patut diapresiasi semua pihak.

Namun evaluasi menyeluruh terhadap proses kerja berkaitan dengan komitmen-komitmen kepada WADA setelah persoalan sanksi badan antidoping dunia ini diselesaikan adalah keniscayaan, agar kejadian serupa tidak terus terulang.

Baca juga: Ketum IMI tegaskan Merah Putih tetap berkibar di ajang WSBK Mandalika

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021