Jakarta (ANTARA) - Perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi akuakultur eFishery berkomitmen untuk terus tumbuh bersama pembudidaya ikan di Indonesia, dengan menghadirkan teknologi dan inovasi terbaru untuk digunakan oleh para pembudidaya dalam memperluas usahanya bahkan dengan keuntungan hingga tiga kali lipat.

Salah satunya ialah kelompok pembudidaya Balong Sewu, di mana eFishery telah menggandeng lebih dari 20 pembudidaya ikan asal Cirebon ini untuk masuk ke dalam ekosistem akuakultur yang telah dibangun selama delapan tahun terakhir ini.

“Kami ingin menjadikan teknologi akuakultur sebagai sumber protein hewani terbesa untuk menjaga kualitas pangan dan mengurangi kelaparan. Ini hanya dapat kami realisasikan jika tumbuh bersama dengan para pembudidaya,” kata Co-Founder dan Chief of Staff eFishery Chrisna Aditya, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Menurut Chrisna, pospek industri akuakultur berkembang pesat ketimbang sektor makanan berbasis hewani lainnya, di mana sudah lebih dari 20.000 pembudidaya yang menjadi bagian dari eFishery dalam 8 tahun berdiri.

Baca juga: Startup eFishery gandeng milenial bangun ekosistem industri akuakultur

Platform eFishery dirancang untuk mempermudah aktivitas budidaya ikan, mulai dari awal hingga akhir proses budi daya, juga menyediakan berbagai kebutuhan para pembudidaya, mulai dari akses terhadap pembelian pakan, penjualan ikan, hingga pengajuan permodalan.

Menurut data, laju tangkapan ikan laut cenderung stagnan, di mana pertumbuhannya hanya 3 persen, namun di sisi lain, akuakultur tumbuh 21 persen selama enam tahun terakhir sehingga prospek industri ini semakin cerah karena potensinya sangat besar termasuk Indonesia.

Inovasi yang ditawarkan eFishery, menjadikan usaha budi daya ikan semakin berkembang seperti yang dialami Jimat Ali Santoso, seorang pembudidaya milenial asal Cirebon yang tergabung dalam kelompok pembudidaya Balong Sewu.

Baca juga: Startup akuakultur eFishery tunjuk mantan bos Gopay jadi komisaris

Pembudidaya ikan lele ini mengatakan sudah menggunakan teknologi eFishery selama lebih dari satu tahun. “Saya pertama mengenal eFishery tahun 2020, kemudian mulai mencoba menggunakan eFisheryFeeder,” kata Jimat.

Ia menambahkan sejak menggunakan teknologi eFisheryFeeder, produktivitas kolamnya meningkat. “Setelah satu tahun bekerja dengan teknologi eFisheryFeeder, yang tadinya hasil panen hanya berkisar 800 kg per kolam per bulan sekarang meningkat menjadi 2 ton-2,5 ton per bulan,” ujarnya.

Saat ini ada lebih dari 3 juta pembudidaya ikan tersebar di seluruh Indonesia. Melihat potensi yang cukup besar ini, startup eFishery secara konsisten melahirkan berbagai terobosan yang mampu mengakselerasi pertumbuhan industri akuakultur, contohnya dengan menciptakan aplikasi eFisheryKu.

"Selain teknologi eFisheryFeeder, sekarang saya juga menggunakan layanan Kabayan (Kasih, Bayar Nanti). Jadi saya bisa beli pakan sekarang dan bayarnya nanti setelah saya panen. Prosesnya mudah dan praktis, hanya melalui aplikasi eFisheryKu,” katanya.

Diakui Jimat, awal mula membentuk bisnis budidaya ikan lele ini, dia memiliki kesulitan modal dan juga kekurangan pakan, sehingga hasil dari budidaya yang dilakukannya, tidak maksimal. Namun setelah bekerja sama dengan eFishery pertumbuhan usaha budidaya ikan yang dimilikinya cukup berkembang pesat dan perekonomian keluarganya menjadi lebih baik.

Di sisi lain, eFishery terus mengembangkan inovasinya dalam membantu para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia. Hingga kini, produk dan layanan eFishery telah menjangkau 70.000 kolam di seluruh Indonesia dan meningkatkan pendapatan pembudidaya hingga 45 persen.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021