Kami juga akan membangun tambak modern yang akan menerapkan sistem manajemen terintegrasi untuk menjaga kualitas air, benih, dan pakan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, pihaknya optimistis bisa untuk mewujudkan tambak modern dengan manajemen terintegrasi dalam rangka meningkatkan produksi udang nasional.

"Kami juga akan membangun tambak modern yang akan menerapkan sistem manajemen terintegrasi untuk menjaga kualitas air, benih, dan pakan," kata Sakti Wahyu Trenggono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Menteri Trenggono menambahkan, untuk menggenjot produktivitas ekspor produk perikanan khususnya udang, KKP telah menyusun sejumlah langkah strategis.

Menurut dia, kebijakan strategis tersebut di antaranya adalah akan merevitalisasi 14.000 hektare tambak tradisional yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia.

"Revitalisasi ini untuk meningkatkan produktivitas tambak tradisional dari yang tadinya 0,6 ton/hektare menjadi 2 ton. Di samping itu, revitalisasi dilakukan agar kegiatan budidaya berjalan ramah lingkungan," paparnya.

Ia juga mengapresiasi bahwa berdasarkan data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan tumbuh 4,55 persen pada kuartal ketiga tahun 2021 (y-on-y), serta dari sisi ekspor, sektor perikanan menunjukkan kenaikan yang cukup siginifikan sepanjang tahun ini dibanding tahun sebelumnya.

Mengenai kinerja ekspor produk perikanan, Menteri Trenggono menjelaskan, secara kumulatif pada periode Januari hingga September 2021 terjadi kenaikan yang cukup signifikan mencapai 7,7 persen dengan nilai 4 miliar dolar AS.

"Nilai ekspor produk perikanan untuk September 2021 saja, mencapai USD524 juta atau naik 4,0 persen apabila dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Agustus 2021, dan meningkat 10,3 persen terhadap nilai ekspor bulan September tahun sebelumnya," papar Menteri Trenggono.

Dari keseluruhan ekspor kumulatif periode Januari-September 2021, komoditas ekspor utama meliputi udang sebesar 1,6 miliar dolar, tuna-cakalang-tongkol 518 juta dolar, rajungan-kepiting 447 juta dolar, cumi-sotong-gurita 401 juta dolar, rumput laut 236 juta dolar, layur 59 juta dolar, dan tilapia sebesar 46 juta dolar.

Sebelumnya terkait dengan komoditas udang, KKP mendorong penggunaan microbubble pada proses produksi pembesaran udang vaname di kolam bulat dengan sistem bioflok, sebagai salah satu bentuk inovasi kelautan.

Plt. Kepala Badan Riset dan SDM KKP Kusdiantoro menjelaskan, riset dan inovasi yang dikembangkan pihaknya utamanya untuk diimplementasikan kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Menurut dia, pengembangan teknologi microbubble untuk budidaya udang vaname dilakukan untuk mengatasi kendala yang kerap dihadapi oleh pembudidaya udang.

Beragam kendala itu, ujar dia, antara lain biaya listrik yang tinggi, modal yang cukup besar untuk skala tambak, limbah yang tidak dikelola dengan baik hingga serangan penyakit.

Kemudian, lanjutnya, kendala lainnya juga berupa keterbatasan lokasi budidaya karena jauh dari sumber air laut/payau, serta daya dukung lingkungan yang menurun.

"Microbubble merupakan rekayasa teknologi akuakultur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dan memiliki beragam kelebihan, antara lain tanpa penggantian air, tidak ada air limbah perikanan yang dibuang ke lingkungan, dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga bahkan industri, serta bisa diaplikasikan di tengah perkotaan yang jauh dari sumber air laut," katanya.

Baca juga: KKP dorong penggunaan teknologi "microbubble" di produksi udang vaname
Baca juga: KKP gandeng pakar genetika budidaya, guna hasilkan udang unggul
Baca juga: Mengenal teknologi Oxibam untuk budidaya udang vaname

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021