Kami ingin komitmen ini harus berakhir sebelum masa pemerintah Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin berakhir. Dan bila perlu kita akan berupaya untuk tambah lagi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menargetkan komitmen investasi Uni Emirat Arab (UEA) senilai 44,6 miliar dolar AS atau setara Rp642,2 triliun (kurs Rp14.400 per dolar AS) akan bisa terealisasi paling lambat pada awal 2024.

"Target kita tahun 2024 awal ini semua sudah harus terealisasi. Kami ingin komitmen ini harus berakhir sebelum masa pemerintah Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin berakhir. Dan bila perlu kita akan berupaya untuk tambah lagi," kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers daring yang dipantau dari Jakarta, Kamis.

Bahlil menargetkan paling tidak sekitar 8 miliar dolar AS dari total komitmen investasi UEA sebesar 44,6 miliar dolar AS itu, bisa terealisasi pada 2022 mendatang.

Target tersebut berdasarkan rencana investasi Air Products dengan sejumlah BUMN dan perusahaan swasta yang diharapkan sudah mulai direalisasi pada Januari 2022 mendatang.

"Tahun 2022 kami targetkan dari 44,6 miliar dolar, minimal 8 miliar dolar sudah harus direalisasi sebab Air Products sudah akan jalan pada Januari 2022 dengan Pertamina, PT BA (Bukit Asam), dan pengusaha nasional untuk bangun DME," kata Bahlil Lahadalia.

Air Products and Chemicals, perusahaan besar di bidang pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat, itu akan membangun industri gasifikasi batu bara dan turunannya di Indonesia. Kesepakatan investasi Air Products telah diteken dalam penandatanganan nota kesepahaman yang juga disaksikan langsung Presiden Joko Widodo di UEA pada 4 November 2021. 

Baca juga: Raup Rp642 triliun, Bahlil: kepercayaan investor UEA semakin baik

Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan tidak mudah meyakinkan investor UEA untuk menanamkan modal di Tanah Air. Menurut dia, karakteristik investor UEA merupakan kombinasi dari semua investor yang sudah pernah ditemuinya mulai dari investor Jepang, China, AS, Korea hingga Eropa.

"Kalau karakteristik dari Jepang itu kan susah, rumit di awal, tapi di akhir aman. Kalau Korea juga beda-beda tipis. Kalau China gampang di depan, di belakang agak sedikit belok-belok. Kalau di Eropa itu lingkungan dulu, sama juga Amerika. Kalau UEA itu gabungan dari Amerika, Eropa, China, Jepang, dan Korea. Sangat teliti, dan itu menurut saya bagus di prinsip bisnis," ungkap Bahlil Lahadalia.

Di sisi lain ia juga menyebut harus ada ikatan khusus untuk bisa membangun hubungan dengan investor UEA. Di samping itu, mereka juga sangat berkomitmen terhadap lingkungan.

"Jadi ini gabungan, makanya tidak gampang," kata Bahlil Lahadalia.

Kendati demikian Bahlil menilai ikatan persahabatan yang erat antara Putera Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan dengan Presiden Jokowi bisa jadi peluang yang baik untuk memantapkan hubungan ekonomi kedua negara.

"Ke depan UEA ini salah satu negara yang sangat terbuka baik ke AS, Eropa, bahkan China sekalipun. Dan posisinya strategis sebagai salah satu negara yang ekonomi bagus dan punya jaringan bagus. Secara kultur pun kita punya hubungan emosional. Maka kita harus pandai mainkan peran untuk bisa mendapatkan keuntungan yang win win antara kedua belah pihak," ujar Bahlil Lahadalia.

Baca juga: Indonesia bawa pulang 44,6 miliar dolar AS komitmen investasi dari UEA

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021