Bandung (ANTARA) - Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengukuhkan tujuh guru besar baru yang masing-masing memiliki riset dan berpotensi ditindaklanjuti untuk dikembangkan sebagai bentuk pengabdian pendidikan kepada masyarakat.

Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Prof Dr Karim Suryadi mengatakan pengukuhan itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi Nomor 18432 tahun 2021 tentang kenaikan jabatan akademik dan fungsional dosen.

"Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk mewujudkan ini, selamat, silakan pak Rektor, Warek, kemudian unit usaha, dan kantor inovasi untuk mewujudkan (riset) ini. Tawaran sudah nyata tinggal kita butuh keberanian moral untuk mewujudkannya," kata Karim di Gedung Achmad Sanusi, Kampus UPI Bandung, Jawa Barat, Selasa.

Pengukuhan tujuh guru besar oleh Rektor UPI dilaksanakan dalam dua tahapan hari berbeda. Adapun di hari pertama, Selasa, Rektor UPI Prof Dr H M Solehuddin mengukuhkan tiga guru besar, yakni Prof Dadang Dahlan sebagai Guru Besar UPI Bidang Ilmu Pendidikan Ekonomi, Prof Wahyu Sopandi sebagai Guru Besar UPI Bidang Pendidikan Kimia, dan Prof Ratnaningsih Eko Sardjono sebagai Guru Besar UPI Bidang Kimia Organik .

Sementara empat guru besar lainnya akan dikukuhkan pada hari berikutnya dengan cara yang sama yaitu hybrid, gabungan daring dan luring.

Dari ketiga guru besar itu, riset dari Ratnaningsih tentang penggunaan obat herbal menjadi sorotan. Karim secara langsung meminta Rektor UPI untuk menindaklanjuti hasil penelitian Ratna untuk dikembangkan di UPI.

Baca juga: IKA UPI: Tak semua guru siap gelar belajar daring saat pandemi

Baca juga: UPI miliki jam matahari di halaman Museum Diknas


Menurut Karim, hasil penelitian Ratna berpotensi meningkatkan pendapatan bagi universitas dan menjadi jawaban konkret atas kebutuhan obat herbal bagi masyarakat.

Sementara itu, Rektor UPI Prof Solehuddin meminta kepada para guru besar yang baru dikukuhkan untuk menjaga marwah keahlian di masa sebelum pensiun dengan menunjukan keahliannya masing-masing.

Ia pun menyambut baik atas gagasan para guru besar itu dan menerima tantangan untuk mengembangkan hasil riset para pakar tersebut.

"Tantangan yang disampaikan oleh oleh Ketua DGB, Insya Allah dengan bersama kita bisa, dan dengan bersatu kita mampu. Tidak boleh ada keraguan kalau untuk kebaikan UPI dan itu yang akan tunjukkan," kata Solehuddin.

Adapun Prof Ratnaningsih pada pengukuhan guru besar itu menyampaikan risetnya yang berjudul Magic Velvet Beans tentang tanaman kacang beludru yang memiliki manfaat medis dan telah dimanfaatkan secara tradisional sejak ratusan tahun lalu.

Dari penelitiannya, dia mengatakan akar dari kacang beludru bersifat termogenik, anthelmintik, diuretik, dan dapat menurunkan demam. Selain itu, daunnya pun menurutnya dapat menyembuhkan peradangan.

Yang paling utama, kacang beludru itu diyakini dapat mengatasi gejala-gejala penyakit parkinson. Hal tersebut, menurutnya telah dibuktikan melalui uji farmakologi oleh berbagai peneliti.

"Oleh karena itu, kacang beludru dapat dikatakan kacang ajaib yang berperan penting dalam banyak aspek hidup. Pada yang mengalami gangguan defisien dopamine, kacang beludru dapat menjadi alternatif untuk memperbaikinya," kata Ratnaningsih.

Selain Ratnaningsih, Prof Dadang Dahlan juga menyampaikan hasil risetnya dengan judul Pedagogi Ekonomi dari Perspektif Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi di Sekolah Menengah Atas.

Dalam risetnya, menurut Dadang di abad ke-21 ini kehidupan ekonomi, individu dan masyarakat menghadapi masalah kelangkaan dalam memutuskan bagaimana mengalokasikan pendapatan mereka.

"Untuk dapat melakukan pilihan secara cerdas, diperlukan literasi ekonomi dan kemampuan untuk mengambil keputusan," katanya.
 
Maka dari itu, menurutnya kini diperlukan pedagogi ekonomi yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pedagogi yang dimaksud adalah pedagogi praktis (practical pedagogy) atau pedagogi produktif, yang kajiannya antara lain mencakup perencanaan pembelajaran; model/strategi/metode pembelajaran; evaluasi pembelajaran.

Kemudian riset dengan judul Mewujudkan Pembelajaran Kimia Ideal Berwawasan Global Berbasis Kearifan Nasional Melalui R-A-D-E-C Untuk Membentuk Manusia Indonesia Masa Depan disampaikan oleh Prof Wahyu Sopandi.

Dalam risetnya, Wahyu menyebutkan adanya sejumlah hambatan dalam metode pembelajaran kimia bagi peserta didik, mulai dari kurang intensnya pembelajaran hingga menurunnya minat peserta didik.

Sehingga, dia mengatakan belajar kimia yang utuh ini harus meliputi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Salah satu cara yang dapat dipilih untuk membelajarkan peserta didik mengenai ketiga level tersebut dengan pertama-tama menunjukkan fenomena.

"Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah dalam rangka pendidikan perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman. Apa yang diperlukan sekarang dan masa yang akan datang dalam kehidupan peserta didik perlu dibekalkan pada mereka," kata Wahyu.

Baca juga: UPI gandeng sejumlah lembaga untuk akselerasi keterbukaan informasi

Baca juga: UPI juarai MLCC LIMA Esports wilayah Jawa Barat

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021