Jakarta (ANTARA) - Perencana keuangan Annisa Steviani mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi kendala dalam hal transformasi digital dan literasi keuangan, salah satunya kekhawatiran atas keamanan transaksi digital.

"Masih banyak orang yang ragu, sebenarnya aman enggak sih transaksi digital itu? Masih banyak yang khawatir, kalau investasi lewat aplikasi itu uangnya hilang enggak ya," kata Annisa dalam diskusi daring bersama OVO pada Selasa.

Hal tersebut, kata Annisa, menjadi tugas penyedia layanan untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa mereka telah menjamin keamanan dalam bertransaksi digital melalui aplikasi mereka.

Selain itu, menurut Annisa, hal penting yang harus dilakukan oleh semua pihak terkait keamanan dalam bertransaksi digital adalah menjaga kerahasiaan data.

"Kemarin sempat ramai juga kan di Instagram, nge-share story lima tempat kamu pernah tinggal, misalnya. Semua kalau dikumpulin mungkin ketemu juga nama ibu kandung, tanggal ulang tahun. Jadi kerahasiaan data ini sebisa mungkin harus kita jaga," jelas Annisa.

Baca juga: Menyelisik dinamika transformasi digital di ranah pemerintahan

"Kalau dari segi teknis, bisa aktifin two-factor authentication, kalau bisa juga pakai aplikasi authenticator di handphone, jangan pakai SMS. Karena banyak juga yang ketipu two-factor authentication pakai SMS," tambahnya.

Kendala kedua, lanjut Annisa, masih banyak masyarakat yang belum merasakan kemudahan dan manfaat dari mengelola keuangan di era digital.

Padahal menurut Annisa, melakukan transaksi di era digital saat ini sudah jauh lebih mudah berkat menjamurnya aplikasi pengelolaan keuangan, bank digital, investasi digital, hingga marketplace.

"Kalau kita sudah merasakan kemudahannya, seharusnya sudah tidak khawatir lagi pada transformasi digital," ujar Annisa.

Kendala ketiga, Annisa mengatakan bahwa adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kehalalan produk dan layanan jasa keuangan.

"Di Indonesia ini, peran agama sangat penting bagi kehidupan sehari-hari sehingga kehalalan sebuah produk jadi satu hal yang dianggap penting oleh nasabah," kata dia.

Kendala terakhir, menurut Annisa, adalah faktor budaya dan menolak pemahaman baru.

"Karena orangtuanya investasinya hanya properti, aku enggak percaya apa itu saham, apa itu reksadana. Atau jika orangtuanya hanya investasi emas, dia menolak pemahaman baru dan hanya mau investasi di emas," jelas Annisa.

"Hal-hal seperti itu juga sangat berpengaruh. Jadi masih banyak sekali PR-nya dalam transformasi digital," pungkas dia.

Baca juga: BAZNAS minta tingkatkan penelitian Organisasi Pengelola Zakat

Baca juga: Erick Thohir: Covid-19 jadi momentum percepatan transformasi digital

Baca juga: Presidensi G20 akan perkuat agenda transformasi digital

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021