Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membahas cara inovatif dalam upaya mengendalikan pencemaran udara melalui penyusunan desain besar pengendalian pencemaran udara.

"Kami menyusun 'Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara' (GDPPU) untuk mengusulkan rencana aksi yang lebih inovatif dan partisipatif," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Kamis.

Untuk itu, pihaknya mengadakan konsultasi publik yang mengundang akademisi, pemerintah pusat, lembaga nirlaba internasional dan lokal, sektor swasta dan masyarakat umum untuk membuka kolaborasi dalam penyusunan dan penerapan rencana aksi tersebut.

Dalam menyusun desain besar ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI bekerjasama dengan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk penyusunan rencana aksi yang berbasis bukti ilmiah.

Dalam konsultasi publik itu, Ketua Tim pelaksana penyusunan GDPPU, Driejana menjelaskan, faktor pendorong yang mengakibatkan pencemaran udara di Jakarta di antaranya populasi perkotaan (urban) yang kian meningkat.

Kemudian, konsumsi energi baik itu dari sektor transportasi dan industri, jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan juga penggunaan transportasi publik yang masih rendah.

Beberapa rencana aksi yang diajukan oleh tim penyusun meliputi penguatan landasan hukum, inventarisasi emisi yang berkelanjutan serta penguatan pengukuran kualitas udara.

Baca juga: DKI targetkan penurunan emisi GRK 35 juta ton pada 2030

Selain itu, pengembangan transportasi umum ramah lingkungan, penyediaan bahan bakar ramah lingkungan, pengendalian dari kegiatan industri, pengendalian emisi bergerak, penegakan hukum yang lebih kuat dan peningkatan peran serta masyarakat.

Dalam pemaparan rencana aksi ini, terdapat beberapa target peningkatan kualitas udara berdasarkan rekomendasi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada 2030, target perbaikan kualitas udara untuk parameter PM2.5 adalah rata-rata tahunan sebesar 25 mikro gram per meter kubik atau di dalam target interim sebesar 2 di dalam pedoman WHO terbaru.

Selain itu, Indeks Kualitas Udara (IKU) juga ditargetkan membaik menjadi 76 pada 2030.

Baca juga: KPBB dorong pemerintah ambil langkah lebih atasi pencemaran udara DKI

Saat ini, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai IKU terendah di Indonesia yaitu 66,69 pada 2020 dari nilai tertinggi 100.

Selain itu, tingkat konsentrasi polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan yakni PM2.5 mencapai 39,5 mikro gram per meter kubik ntuk rata-rata tahunan 2020 dari lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA).

"Tingkat tersebut telah melampaui rata-rata tahunan baku mutu udara ambien nasional, yaitu 15 mikro gram per meter kubik," kata Asep.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021