ini (produk UMKM) pasarnya sangat besar di negara-negara maju seperti produk kriya hingga kopi
Palembang (ANTARA) - Usaha Mikro Kecil dan Menengah membutuhkan pendampingan dari berbagai pihak terkait jika ingin mengekspor produknya agar dapat bertahan di tengah persaingan pasar internasional.

Kepala Bank Indonesia Hari Widodo di Palembang, Kamis, mengatakan, pendampingan itu dapat dilakukan pemerintah daerah hingga agregator (perusahaan perantara).

“Memang tidak semua produk UMKM bisa diekspor, tapi ada yang bisa dan ini (produk UMKM) pasarnya sangat besar di negara-negara maju seperti produk kriya hingga kopi,” kata dia.

Pendampingan ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan dapat sesuai standar dan keinginan konsumen di Eropa dan negara-negara lain, hingga konsisten menjaga kualitas.

Upaya ini bertujuan agar kegiatan ekspor ini ada keberlanjutan atau tidak hanya sesaat.

“Terkadang UMKM bisa memenuhi permintaan untuk sekali waktu saja, tapi ketika diminta secara terus menerus dengan kuantitas agak banyak sudah kerepotan,” kata dia.

Padahal, permintaan terhadap produk-produk khas daerah sejatinya memang ada dari luar negeri tapi disadari hal ini kurang diminati oleh pelaku UMKM di Sumsel.

Untuk itu dibutuhkan pendampingan bagi UMKM ini, termasuk untuk memberikan pengetahuan mengenai tren produk yang ada di Eropa.

BI sebagai bank sentral mendorong UMKM menembus pasar global karena nilai ekspor merupakan salah satu komponen yang berpengaruh pada pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), selain konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi.

Produk kriya Sumsel berpeluang untuk menembus pasar ekspor karena memiliki beragam produk lokal bernilai jual tinggi yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan.

Sumsel memiliki produk ayaman kain yang menggunakan daun purun, eceng gondok, rotan dan bambu.

Selain itu, produk kain khas daerah yang dihasilkan sejumlah kabupaten/kota juga sangat layak dimunculkan ke pasar ekspor.

Hanya saja, perlu sentuhan lagi yakni bagaimana menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pasar masyarakat dunia, mulai dari fasyen hingga produk dekorasi rumah.

“Seperti kain songket, bisa diaplikasikan untuk dibuat jadi scraf atau shal karena mereka juga tidak mungkin memakai kain,” kata dia.

Terlepas dari beragam persoalan itu, sebenarnya UMKM sudah layak menjajal pasar global karena selama pandemi ini sebagian besar sudah mengaplikasikan digital marketing dan digital payment.

BI mencatat dari 332.886 menchant (pedagang) di Sumsel terdapat 90 persen pelaku UMKM yang sudah menerapkan digitalisasi.

“Saat ini BI sedang menjalin kerja sama dengan perusahaan perantara (aggregator) untuk membuka akses pasar pelaku UMKM ke luar negeri. Inilah salah satu solusinya,” kata dia.


Baca juga: BI : Kredit UMKM Sumut terus tumbuh
Baca juga: BI Lampung dorong produk UMKM masuk pasar ekspor
Baca juga: BI Bali motivasi UMKM ekspor kopi ke Eropa dan Australia
Baca juga: BI NTT bina 59 pelaku UMKM kembangkan kapasitas

 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021