Jakarta (ANTARA News) - PT Pfizer Indonesia berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memeriksa keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai dengan hukum yang berlaku dalam kasus tuduhan kartel obat antihipertensi.

"Kami berharap majelis hakim akan memeriksa kasus ini dengan sebenar-benarnya, adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Direktur Public Affair & Legal PT Pfizer Indonesia Widya Buenastuti, di Jakarta, Rabu.

Widya mengatakan bahwa sidang lanjutan keberatan akan dilaksanakan pada 12 Mei 2011 setelah Mahkamah Agung (MA) menetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengadili keberatan yang diajukan Pfizer dan PT Dexa Medica.

Atas berlanjutnya proses keberatannya, lanjut Widya, Pfizer Indonesia menghormati proses hukum berlaku dan dijalankan di PN Jakarta Pusat.

Dia juga menegaskan bahwa pihaknya patuh pada semua aturan yang berlaku di Indonesia. Begitu pula dengan kode etik saat berbisnis di Indonesia.

"Kami percaya bahwa dengan bersikap patuh, bisnis kami akan berlanjut dan memiliki nilai-nilai yang baik bagi seluruh pemegang saham kami, juga masyarakat Indonesia," kata Widya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica menolak sekaligus akan mengajukan keberatan pengadilan atas putusan KPPU yang memvonis melakukan kartel obat antihipertensi.

Dalam kasus ini, KPPU telah menghukum kelompok usaha Pfizer dan PT Dexa Medica terkait kartel obatan-obatan anti hipertensi, kelas terapi Amlodipine.

Khusus untuk perusahaan dari kelompok usaha Pfizer, KPPU menilai terdapat pula pelanggaran atas posisi dominan selaku produsen pembuat bahan baku obat-obatan sebagaimana dimaksud Pasal 25 UU Nomor 5 Tahun 1999

Kelompok usaha Pfizer, yakni PT Pfizer Indonesia, Pfizer Inc, Pfizer Overseas LLC, Pfizer Global Trading dan Pfizer Corporation Panama, masing-masing dihukum denda sebanyak Rp25 miliar. Sementara Dexa Medica sebanyak Rp20 miliar.

Putusan ini sendiri dijatuhkan karena kedua kelompok usaha tersebut berdampak pada pelaksanaan asuransi kesehatan.

Kedua kelompok usaha tersebut juga menetapkan harga yang berbanding jauh dengan harga obat-obatan sejenis di kalangan internasional.(*)
(J008/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011