Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari IPB University menilai menghapus keramba jaring apung (KJA) untuk budidaya ikan nila di Danau Toba dapat membawa kerugian sosial ekonomi besar bagi perekonomian dan masyarakat setempat.

"Menghapus KJA dari Danau Toba bukanlah tindakan yang tepat. Menghapusnya justru akan membawa kerugian sosial ekonomi besar bagi perekonomian dan masyarakat kawasan Danau Toba. KJA sebaiknya dipertahankan dan dikembangkan di perairan Danau Toba," kata Ketua Tim Peneliti Care Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University Prof Manuntun Parulian Hutagaol dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pataka bertajuk "Masyarakat, Ekonomi, dan Lingkungan Kawasan Danau Toba" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba.

Baca juga: Peneliti: Budidaya ikan nila di Danau Toba harus dipertahankan

Surat keputusan tersebut menyebutkan daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton ikan per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali. SK Gubernur Sumatera Utara itu diterbitkan dalam mendukung program prioritas pemerintah menjadikan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata internasional.

Namun menurut Parulian, KJA sebaiknya dipertahankan dan dikembangkan di perairan Danau Toba agar pencemaran lebih terkendali. Semua sumber pencemaran, kata Parulian, harus diwajibkan menggunakan teknologi ramah lingkungan dan mengadakan kerjasama yang solid dalam mengelola suatu lembaga co-manajemen.

Salah satu Tim Peneliti Peneliti Care LPPM IPB University Dahri Tanjung menjelaskan daya dukung Danau Toba untuk budidaya perikanan berkisar antara 33.810 ton sampai 101.435 ton per tahun. Dari kondisi tersebut, tim peneliti IPB University mengusulkan agar SK Gubernur Sumatera Utara untuk direvisi dengan dengan daya dukung 10.000 ton per tahun menjadi 67.000 ton per tahun.

Baca juga: Masyarakat Akuakultur: Jangan matikan budidaya ikan nila di Danau Toba

Dia menyebutkan volume produksi budidaya KJA saat ini sekitar 74.000 ton per tahun. Bisnis ini telah menyerap sekitar 12.300 tenaga kerja dan menciptakan multiplier effect yang besar dengan nilai ekonomi sekitar Rp4 Triliun per tahun.

Dengan perputaran bisnis yang besar, kata dia, nilai ekspor ikan nila dari Danau Toba sebesar Rp1,5 triliun per tahun dengan tujuan berbabgai negara seperti Jepang, Taiwan, Filiphina, Oman, Dubai, Arab Saudi, Kuwait, Italia, Jerman, Prancis, Belanda, Kanada dan Amerika Serikat.

“Hal ini menghidupi masyarakat kawasan Danau Toba hingga kabupaten terdekat mencapai 5.000 orang. Tenaga kerja saja mencapai 4.800 orang dan tenaga pendukung 2.500 orang,” kata dia.

Dahri menyebutkan efek ganda juga tidak hanya terjadi masyarakat sekitar tetapi di luar Sumatera Utara. Seperti penyediaan bibit ikan di Pulau Jawa, pabrik pakan, toko material keramba jaring apung, warung makan, transportasi, warung lokal, industri perikanan, toko ikan fillet dan pasar domestik dan ekspor, serta pemasukan pajak untuk pemerintah.

"KJA boleh ditata, tetapi yang lain juga harus ditata, jadi harus bersama-sama. Sehingga berkelanjutan," katanya.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021