Jakarta (ANTARA) - Dosis ketiga vaksin COVID-19 atau booster segera diberikan pemerintah dalam waktu dekat dengan jenis vaksin yang bisa sama atau berbeda dengan dua dosis pertama menunggu rekomendasi Indonesian Technical Adivisory Group on Immunization (ITAGI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Di antara pilihan vaksin untuk booster, Moderna menjadi salah satunya. Dosis ketiga vaksin ini dikatakan memberikan perlindungan kembali hingga 90 persen.

Badan POM Amerika Serikat (FDA) menyatakan, penerima dua dosis vaksin mRNA Pfizer bisa mendapatkan booster Moderna setelah lima bulan. Tetapi mereka yang menerima vaksin awal Moderna masih harus menunggu enam bulan setelah suntikan kedua Moderna.

Baca juga: FDA: Moderna tak penuhi semua kriteria vaksin "booster"

Baca juga: Uni Eropa evaluasi data vaksin booster Moderna


Laporan penelitian di Inggris seperti dikutip dari Cnet, Jumat, mencatat perlindungan booster Moderna terhadap Omicron lebih tinggi pada mereka yang menerima booster Moderna setelah dua suntikan Pfizer dibandingkan dengan mereka yang menerima suntikan Pfizer ketiga.

Booster Moderna juga dikatakan sedikit lebih efektif daripada Pfizer untuk orang yang menerima dua dosis vaksin AstraZeneca.

Presiden Moderna Stephen Hoge menyebutkan, hasil awal menunjukkan booster vaksin COVID-19 perusahaannya meningkatkan antibodi penetral Omicron sekitar 37 kali lipat.

Sebagai perbandingan, Pfizer mengatakan boosternya meningkatkan tingkat antibodi 25 kali lipat, menawarkan tingkat perlindungan yang memadai terhadap Omicron.

Terkait efek samping, suntikan booster Moderna serupa dengan dua dosis utama yakni nyeri atau bengkak di tempat suntikan, serta kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, demam, kedinginan, dan mual.

Pihak Moderna menyatakan ada kemungkinan kecil vaksin COVID‑19-nya dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), mereka yang mendapat dosis booster Moderna melaporkan reaksi yang jauh lebih sedikit daripada penerima dosis kedua vaksin.

Rekomendasi booster COVID-19 berlaku untuk semua orang berusia 18 tahun ke atas, termasuk wanita hamil.

"Orang yang sedang hamil atau baru saja hamil lebih mungkin sakit parah dengan COVID-19 dibandingkan dengan orang yang tidak," kata pihak CDC.

Meskipun tidak ada bukti vaksinasi menurunkan kesuburan pada wanita atau pria, sebuah penelitian baru-baru ini menghubungkan infeksi COVID-19 pada wanita hamil dengan risiko kematian bayi yang lebih tinggi.

Baca juga: "Booster" vaksin Moderna dikatakan efektif lawan Omicron

Baca juga: Regulator obat EU akan umumkan hasil tinjauan vaksin "booster" Moderna

Baca juga: Tiga vaksin COVID-19 ini tak perlu "booster" hingga 8 bulan

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022