Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang dukungan terhadap kelompok disabilitas tidak cukup melalui kegiatan seremonial semata, tetapi lewat perangkat yang multiaspek.

"Selain lewat perangkat kebijakan, dukungan terhadap mereka juga perlu diwujudkan melalui berbagai aspek," ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadityah Abdul Mu'ti dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Abdul Mu’ti memandang dukungan itu bisa diwujudkan melalui sarana umum yang ramah disabilitas, pandangan masyarakat yang tidak bernada merundung, hingga penyediaan sekolah inklusif.

Ia menyoroti pendidikan inklusif yang hingga saat ini masih terbatas. Idealnya, sekolah inklusif memiliki lima sampai enam guru yang memiliki kompetensi mengajar terhadap kelompok disabilitas sehingga proses pendidikan dan pembauran sosial akan berlangsung lebih mudah.

Baca juga: Sekolah Muhammadiyah Bireuen jadi model sekolah inklusi di Aceh

Baca juga: Muhammadiyah kawal perencanaan pembangunan Yogyakarta berperspektif disabilitas


"Bagaimana pendidikan inklusif ini dikembangkan. Pertama, harus ada guru pendamping untuk murid berkebutuhan khusus. Tidak mudah karena kita sangat kekurangan guru-guru yang punya kompetensi untuk mendampingi murid-murid itu," kata dia.

Selain guru khusus, kurikulum pendidikan juga perlu dibuat berbeda bagi kelompok disabilitas. Di samping itu, sarana dan prasarana pendidikan juga dianggap perlu dirancang lebih ramah terhadap mereka.

"Misalnya tangga, peralatan audio visual di kelas, dan termasuk sarana-sarana bermain harus ramah. Dan ini adalah bagian dari kita memuliakan penyandang disabilitas itu sebagaimana di Al-Isra’ ayat 70, Allah memerintahkan kita memuliakan manusia," kata dia.

Meskipun pembangunan sarana publik untuk kelompok disabilitas mulai berjalan, namun Mu’ti menganggap penghargaan terhadap mereka belum sepenuhnya berjalan. Misalnya, banyak fasilitas bagi disabilitas malah digunakan oleh mereka yang tidak berkebutuhan khusus.

Di luar pendidikan dan sarana umum, Mu’ti juga menganggap penerimaan kelompok disabilitas perlu dilakukan di dunia kerja.

"Nah, diskriminasi ini tidak boleh sehingga bagaimana negara bisa menjamin para disabilitas ini bisa bekerja dengan baik dan menerima mereka dengan keadaannya dan bekerja sesuai profesinya adalah bagian dari kita memuliakan manusia sebagaimana disebutkan dalam Al Quran," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Sosial meluncurkan program Indonesia Mendengar sebagai upaya memperluas akses komunikasi dan informasi bagi penyandang disabilitas yang digelar di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Peluncuran program Indonesia Mendengar ini ditandai dengan penyerahan alat bantu dengar, peluit, tongkat adaptif, kursi roda, motor roda tiga, telepon pintar, tablet, hingga laptop bagi para penyandang disabilitas di seluruh Indonesia.

"Banyak permasalahan saudara-saudara kita yang disabilitas sehingga kemudian melahirkan ide. Ini bagian upaya kami bagaimana saudara-saudara disabilitas ini bisa terbantu dengan kegiatan ini," ujar Menteri Sosial Tri Rismaharini.*

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022