Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan 1,2 juta kader yang berada di bawah naungannya mampu mengakomodasi pendataan keluarga di seluruh Indonesia.

“Relatif bisa karena begini, dari 1,2 juta kader, yang kita berdayakan kemarin itu ada sekitar 800 ribu. Itu saja sudah bisa menghasilkan 68 juta data keluarga,” kata Hasto dalam Siaran Ngopi Sore Sonora bersama BKKBN yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Menanggapi cukup atau tidaknya jumlah kader yang BKKBN miliki dalam mengumpulkan data keluarga, Hasto menjelaskan bahwa 1,2 juta kader relatif bisa menggapai data seluruh keluarga hingga tingkat terkecil dalam masyarakat.

Baca juga: BKKBN: Edukasi reproduksi bantu keluarga rencanakan pernikahan

Data-data keluarga itu, dapat cepat terkumpul karena setiap desa memiliki satu kader yakni PPKBD. Sedangkan pada tingkat RW atau pedukuhan, BKKBN menempatkan sub-PPKBD untuk mencatat pelaporan tersebut.

Nantinya, data keluarga akan dimasukkan ke dalam aplikasi bernama Sistem Informasi Keluarga (SIGA). Aplikasi itu merupakan alat monitoring dan dasar perencanaan untuk mengukur kinerja dan peta kerja setiap tingkatan wilayah dan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

Meskipun hingga kini 40 persen pendataan masih dilakukan melalui formulir secara manual, dengan adanya pelatihan secara daring selama pandemi COVID-19 yang dapat merangkul semua kader, data yang dicatat secara manual dapat dikirim secara virtual melalui bantuan teknologi android.

“Jadi tidak manual penuh. Hanya karena di lokasi dia di luar dan tidak ada remote area, dia bisa tetap dapat formulir. Kemudian, nanti mengirimnya baru di tempat yang on jadi hybrid,” ucap dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, meski pandemi memberikan banyak memberikan dampak yang signifikan pada sejumlah aspek kehidupan, pihaknya justru terbantu karena lebih mudah memperluas jangkauan pelatihan dalam satu waktu secara langsung dengan anggaran terbatas.

“Kalau saya lihat anggaran untuk pendataan keluarga itu dulu dulu bisa sampai 1 atau 1,4 triliun. Tapi kemarin kita hanya menggunakan anggaran sekitar separuhnya. Itu sekitar 600 miliar kurang sedikit,” kata Hasto.

Selain itu, mengumpulkan data secara door to door yang dibantu dengan gawai android selama pandemi, justru semakin mempercepat pihaknya mendata setiap keluarga yang memiliki risiko stunting ataupun ibu dengan anemia dengan lebih efisien, tepat dan real time.

“Pandemi memang menimbulkan sesuatu dampak kerugian secara ekonomi, tapi secara tidak langsung juga memberikan pelajaran yang sangat berharga juga. Capaian lebih luas tapi harganya murah,” kata Hasto.

Baca juga: BKKBN: Kampung KB bantu daerah tertinggal lebih diperhatikan
Baca juga: BKKBN Jatim bentuk tim pendamping keluarga turunkan angka kekerdilan
Baca juga: BKKBN: Anak terlahir kerdil tak boleh lebih dari 680 ribu jiwa


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022