Tanjungpinang (ANTARA) - Persoalan pandemi COVID-19 tidak melulu membahas soal kesehatan. Peralatan dan perlengkapan kesehatan, biaya pengobatan atau perawatan pasien hingga honor untuk petugas kesehatan, membutuhkan biaya.

Belum lagi persoalan dampak turunan dari pandemi, seperti kemiskinan dan perekonomian, membutuhkan energi besar untuk membangkitkannya. Salah satu pondasi dalam menjalankan program untuk membangkitkan kembali perekonomian, menurunkan angka kemiskinan, serta penanganan COVID-19 secara maksimal adalah anggaran.

Dua bulan lagi, genap usia pandemi dua tahun. Tidak salah bila daya tahan anggaran negara menjadi bahan untuk dievaluasi. Kilas balik atau memutar kembali bagaimana bangsa dan negara selama dua tahun ini menghadapi pandemi.

Selama dua tahun itu pula pemerintah bekerja keras menangani risiko dari pandemi yang sangat nyata, dan pengaruhnya terhadap pengelolaan negara begitu sangat dahsyat.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Indra Soeparjanto, di Tanjungpinang, Kamis, menjelaskan pandemi COVID-19 terjadi ketika APBN 2020 baru berjalan sekitar tiga bulan. APBN 2020 didesain sebelum terjadinya COVID-19 dengan merencanakan penerimaan negara sebesar Rp2.233,2 triliun.

Triwulan I terjadi pandemi COVID-19, penerimaan negara hanya tercapai sekitar Rp1.600 triliun. Terdapat selisih penerimaan sebesar hampir Rp600 triliun.

Tahun 2020 seolah-olah merupakan malapetaka yang bersumber dari COVID-19, termasuk dari sisi APBN, yang semula estimasi penerimaan negara sebesar Rp2.233,2 tiliun, APBN hanya mampu mengumpulkan Rp1.600 triliun.

Belanja negara pada awal pandemi naik dari Rp2.540 triliun menjadi sekitar Rp2.700 triliun. Sementara dalam satu tahun anggaran, tahun 2020 pendapatan jatuh sebesar Rp600 triliun sedangkan belanja kita bertambah Rp200 triliun.

Artinya, terdapat selisih sebesar Rp800 triliun yang harus dicari dalam situasi yang baik pasar keuangan maupun pasar global semuanya juga mengalami shock dan guncangan akibat pandemi, oleng, dan banyak negara yang benar-benar ekonomi dan APBN nya oleng.

Indra Soeparjanto menuturkan bahwa perumpaaan tersebut sebagai salah satu cara agar masyarakat lebih mudah memahami tanpa perlu membuat kening terlalu berkerut yang menandakan sedang berpikir keras untuk bisa memahami.

Hal ini perlu disampaikan karena terkadang sebagian dari masyarakat sudah terbiasa menghadapi pandemi ini. Bahkan berbagai faktor menyebakannya kurang peka, dan merasa seolah-olah itu sesuatu yang tidak penting.

Tetapi perlu diketahui, dari sisi keuangan negara, Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara melihat dan menjadi saksi mata bahwa terjadi guncangan hebat terhadap APBN akibat pandemi.

APBN 2021

Masih segar dalam ingatan, pada tahun 2021 varian delta menyebar di seluruh wilayah RI, tingkat keterisian rumah sakit (BOR-Bed Ocupancy Ratio) sangat tinggi.

Indra Soeparjanto menjelaskan kondisi itu berimbas pada APBN, dan menjadi beban yang sangat berat, karena ekonomi kembali melemah akibat kebijakan PPKM dalam rangka menekan penyebaran COVID-19.

APBN Kembali merespons untuk menekan dampak pandemi agar masyarakat tetap memiliki daya beli. Beberapa respons APBN diantaranya bantuan untuk pedagang PKL, bansos dilanjutkan, bantuan untuk para buruh yang pendapatannya di bawah Rp3,5 juta, KUR diperluas, bantuan internet diperpanjang setahun, diskon listrik yang tadinya selesai di bulan Juli diperpanjang lagi, pengurangan PPNBM yang diperpanjang sampai akhir tahun untuk kendaraan supaya orang mau beli mobil.

Semua itu adalah respon APBN. Jika tahun 2020 diibaratkan timbangan itu dihajar, dan jatuh. Penerimaan negara pada APBN 2021 mencatatkan kinerja positif dan melebihi target yakni sebesar Rp2.003,1 triliun atau 114,9 persen dari target APBN 2021 yang ditarget sebesar Rp1.743,6 triliun.

Hal ini imbas dari tren ekonomi yang sudah semakin pulih ketika pemerintah berhasil mengendalikan varian delta, kekebalan tubuh yang semakin meningkat sejalan dengan program vaksinasi secara masiv, serta PPKM semakin dilonggarkan, korban covid semakin melandai serta BOR semakin kecil.

Kemudian apa yang bisa menjadi refleksi masyarakat? Sebagai umat beragama, sudah sepatutnya bersyukur, berdoa dan berikhtiar. Karena sebagai manusia betul-betul diuji ketika itu. Dalam situasi yang begitu mencekam, pemerintah hadir dan telah mengukuhkan perannya sebagai pelindung warganya, dan APBN telah menjalankan perannya sebagai alat stabilisasi.

Dari aspek keuangan negara, telah membuktikan bahwa APBN memiliki resiliensi di tengah guncangan akibat pandemi. Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal dan juga sebagai Bendahara Umum Negara telah mengamankan Indonesia, melindungi masyarakat, mengamankan ekonomi, dan mengamankan APBN.

Dalam situasi masyarakat terancam COVID-19, saat ekonomi belum stabil, Kementerian Keuangan masih menginisiasi berbagai produk legislasi yang menentukan keuangan negara ke depan.

Kementerian Keuangan tidak hanya fokus mengamati APBN namun juga membuat reformasi seperti UU HPP tentang bagaimana cara penerimaan negara di masa mendatang lebih sehat. Juga UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah untuk memperbaiki cara kita belanja di daerah lebih baik lagi.

Pemerintah juga merevisi UU Otsus yang lebih accountable, menyelesaikan UU Pertanggungjawaban APBN dan raihan Opini Laporan Keuangan yang tetap WTP. Bahkan kita juga telah menyelesaikan UU APBN 2022.

Itu merupakan perjalanan APBN selama tahun 2021, tahun yang luar biasa, yang diawali dengan optimisme kita akan pulih, kemudian diuji di pertengahan tahun dengan berbagai varian COVID-19 terbaru namun Indonesia tetap optimis.

Hasilnya pun sangat baik, penerimaan negara naik dan di atas target. Belanja negara tetap dilakukan sesuai rencana defisit kita di bawah 5 persen. Tentu saja kilas balik tersebut bukan hanya sekadar narasi, namun juga perjalanan bersejarah bagi Indonesia, khususnya dalam hal ini perjalanan bersejarah dalam pengelolaan APBN yang dapat dijadikan sebagai "lesson and learn" yang bisa menjadi dpetik.

Tantangan 2022
Bagaimana halnya dengan APBN 2022? Menjawab hal ini, Indra Soeparjanto menjelaskan bahwa APBN 2022 didesain antisipatif, responsif, dan fleksibel merespon ketidakpastian pandemi COVID-19 yang belum berakhir, namun tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian.

Kinerja ekonomi di tahun 2022 akan ditopang oleh keberhasilan program penanganan COVID-19, pulihnya konsumsi masyarakat, investasi, dan juga perdagangan internasional. Penguatan dan penyempurnaan program perlindungan sosial yang semakin tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan rentan guna mewujudkan pemerataan pembangunan.

Tantangan APBN tahun 2022, masih adanya ketidakpastian sejalan dengan perkembangan pandemi COVID-19 yang terus bermutasi dan masih mengancam seluruh negara di dunia.

Kondisi perekonomian pada tahun 2022 akan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, keberhasilan penanganan COVID-19, pulihnya konsumsi masyarakat, implementasi reformasi struktural, dan prospek pertumbuhan ekonomi global. Kebijakan penanganan COVID-19 yang dilakukan secara komprehensif dan masif disertai akselerasi program vaksinasi maupun sosialisasi dalam menjaga protokol kesehatan secara simultan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi.

Hal tersebut diharapkan akan mendorong kinerja konsumsi rumah tangga yang disertai upaya Pemerintah bersama otoritas moneter dalam menjaga tingkat inflasi yang stabil terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat.

Tema kebijakan fiskal dan APBN tahun 2022 adalah “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”.

Berdasarkan tema tersebut, pokok-pokok kebijakan fiskal yakni;
1. Pemantapan pemulihan ekonomi dengan tetap memprioritaskan penanganan sektor kesehatan sebagai kunci pemulihan ekonomi
2. Program perlindungan sosial yang memperkuat fondasi kesejahteraan sosial, mengentaskan kemiskinan dan kerentanan, termasuk memperkuat daya ungkit UMKM dan dunia usaha agar mampu bangkit Kembali lebih kuat dan berdaya tahan
3.Mendukung peningkatan daya saing dan produktivitas dengan implementasi reformasi struktural (UU Cipta Kerja) dan reformasi fiskal
4. Optimalisasi pendapatan dan penguatan spending better, baik di Pemerintah Pusat maupun di pemerintah daerah, serta inovasi pembiayaan dalam rangka konsolidasi fiscal yang adil dan berkelanjutan.

Sebagaimana ditetapkan UU APBN No.6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran 2022, Pendapatan negara pada APBN tahun anggaran 2022 ditargetkan sebesar Rp1.846 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan mencapai Rp1.510.001,2 miliar dan PNBP diperkirakan sebesar Rp335.555,6 miliar.

Selanjutnya, penerimaan hibah diproyeksikan Rp579,9 miliar Keseluruhan belanja negara tahun 2022 direncanakan sebesar Rp2.714,2 triliun. yang terdiri atas belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp945.751,5 miliar (34,8 persen terhadap belanja negara) dan Belanja non kementerian dan lembaga sebesar Rp998.790,8 miliar (36,8 persen terhadap belanja negara) serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp769.613,5 miliar.

Dari total Belanja negara tersebut, Rp14,3 triliun diantaranya dialokasikan untuk Kepri dalam bentuk belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp6,86 triliun dan dana transfer sebesar Rp7,42 triliun atau sekitar 51,99 persen.

Alokasi belanja kementerian atau lembaga untuk Kepri akan dialokasikan kepada 328 satuan kerja (Satker) dan tujuh pemerintah kabupaten/kota di Kepri yang disalurkan oleh dua Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kepri, yakni KPPN Tanjungpinang dan KPPN Batam dan sebagian belanja lainnya, yakni DBH, DAU dan DID masih disalurkan oleh KPPN di Jakarta.

Alokasi transfer Ke daerah untuk Kepri yang dianggarkan sebesar Rp7,42 triliun terbesar dialokasikan kepada Pemprov Kepri sebesar Rp1,90 triliun, disusul Pemkot Batam sebesar Rp.1,25 triliun dan Pemkab Bintan sebesar Rp810 miliar, selebihnya dialokasikan untuk lima pemkab lainnya.

Sedangkan dari sisi peruntukan alokasinya, sebagian besar dana TKDD dialokasi untuk Dana Bagi Hasil dan DAK nonfisik masing-masing sebesar Rp1,12 triliun, selebihnya digunakan untuk DAK Fisik, Dana Desa, DAU, DID, dan DAK Non Fisik.

Mengakhiri pembicarannya, Indra Sopearjanto mengajak seluruh pengelola anggaran pada satker Kementerian/Lembaga serta pemerntah kabupaten, kota dan provinsi pengelola TKDD agar alokasi APBN yang dituangkan dalam DIPA dan TKDD dapat segera ditindaklanjuti. Bukan hanya semata-mata untuk mengejar penyerapan, namun juga agar hasilnya dapat segera dinikmati oleh masyarakat.

Hasil tersebut hakikatnya adalah wujud pelaksanaan janji pemerintah yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Kerja Kementerian yang semuanya itu menggambarkan penjabaran Visi dan Misi Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022