Makassar (ANTARA) - Sejumlah aktivis lingkungan dari Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel kembali menggelar aksi damai dengan membentangkan spanduk 10x15 meter sebagai kritik pada tambang nikel dan dampaknya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

"Aksi ini merupakan pesan dan kritik bagi pemerintah, mulai pemerintah pusat hingga daerah untuk serius melindungi hutan tadah hujan yang ada di Sulsel dan menghentikan aktivitas tambang nikel," kata Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, Jumat.

Spanduk raksasa yang dibentangkan itu bertuliskan Save South Sulawesi Rain Forest dan Stop Tambang Nikel di Sulsel di pasang pada lokasi bekas galian tambang PT Prima Utama Lestari.

Aksi bersama Yayasan Bumi Sawerigading
itu juga sebagai bentuk protes mengingat sejauh ini tambang nikel berkontribusi besar terhadap kerusakan hutan di Sulsel.

Baca juga: Walhi Sulsel tiada henti kampanyekan penyelamatan hutan

Baca juga: Walhi ajak pemerintah menjaga kelestarian sisa hutan di Sulsel


"Hutan hujan di Sulsel terus mengalami kerusakan, apalagi yang ada di Kabupaten Luwu Timur. Aksi kami adalah pesan serius kepada Presiden Jokowi, agar segera bertindak melindungi hutan hujan , dengan menghentikan ekspansi tambang nikel disini" ungkapnya.

Dari hasil pemantauan Walhi di awal tahun 2022, kerusakan hutan hujan di Sulsel terus meluas dan itu diduga kuat disebabkan karena aktivitas tambang nikel yang semakin diperluas.

Tidak hanya itu, deforestasi karena tambang nikel juga menimbulkan pencemaran sungai dan pesisir yang sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat sekitar.

"Kami melihat kondisi sungai dan laut di Lutim terus tercemar lumpur karena kegiatan tambang nikel, dan akibat dari pencemaran tersebut, ribuan perempuan tidak dapat mengakses air bersih setiap saat," ungkapnya.
 
Kondisi bekas galian tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (21/1/2022). ANTARA/HO/Dokumentasi Walhi Sulsel.



"Mereka harus menunggu sungai bersih untuk dapat minum dan mandi. Kami pun berdiskusi langsung dengan nelayan. Bagi nelayan, pencemaran lumpur telah menurunkan hasil tangkap dan pendapatan mereka," ujar dia.

Oleh karena itu, pihaknya tidak akan berhenti mendesak pemerintah untuk menghentikan tambang nikel dan melindungi hutan hujan di Sulawesi Selatan, maupun di Sulawesi.

"Untuk saat ini, kami meminta Kementerian LHK untuk mengevaluasi bahkan, mencabut izin usaha pertambangan PT CLM. Masyarakat terkhusus perempuan yang menggantungkan hidup di sungai dan laut telah lama menerima dampak pencemaran lumpur akibat tambang nikel mereka," ungkapnya.

Selain melakukan aksi di bekas tambang PT Prima Utama Lestari, aksi juga dilakukan di beberapa lokasi yang terkena dampak aktivitas tambang nikel di kabupaten setempat.*

Baca juga: Potensi laut berkurang, ancam ekonomi nelayan

Baca juga: Walhi Sulsel luncurkan aplikasi pelaporan perusakan lingkungan

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022