Manado (ANTARA News) - Pengamat politik internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengatakan narkotika di Asia diproduksi dari daerah-daerah konflik.

"Di Asia Tenggara ada yang namanya golden triangle (segitiga emas) Thailand, Laos dan Myanmar seolah-olah menjadi daerah yang tidak bertuan," kata Anwar, di sela-sela pelaksanaan The 19th Biennial General Conference Association of Asian Social Science Research Councils (AASSREC) di Manado.

Menurutnya, terbukanya perdagangan narkotika di Myanmar misalkan karena jangkauan kemampuan otoriotas nasional mengamankan daerah ini terbatas. Hal ini juga menurut dia menjadi kelemahan di ASEAN.

"Ketika pemerintah Myanmar tidak mampu memelihara kedamaian kelompok etnis, selama Myanmar masalah tidak ditangani dengan baik, akan sangat sulit menyelesaikan persoalan peredaran narkotika ini," kata Anwar.

Apalagi peredaran atau perdagangan narkotika dimanfaatkan pemberontak untuk memerkuat perjuangan mereka. Pemberontak menggunakan hasil perdagangan narkotika untuk membeli senjata.

"Konflik di daerah inilah yang mendorong kelompok melakukan transaksi perdagangan narkotika untuk melanjutkan perjuangannya," ujarnya.

Menurutnya, berkaitan dengan transaksi narkotika ada tiga elemen penting di dalamnya yaitu daerah yang menjadi pemasok, orang atau organisasi yang mendistribusikan narkotika serta pengguna atau pemakainya.

Karena itu menurut Anwar penting dilakukan sekarang ini adalah masing-masing otoritas di setiap negara melakukan kerjasama memberantas kejahatan transnasional ini.

"Bisa saja menteri hukum dan HAM di masing-masing negara, kapolri atau otoritas lainnya yang ada di masing-masing negara. Otoritas ini harus duduk bersama membahas masalah ini. Selain Asia Tenggara otoritas keamanan di Asia juga harus menjalin kerjasama," harapnya.(ANT)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011