Cotabato, Filipina (ANTARA News) - Pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin Malaysia mulai melakukan pengusutan atas bentrokan bulan lalu di kota Al Barkah, provinsi Basilan, yang menewaskan 19 tentara, kata seorang pemimpin senior gerilyawan Muslim pada Kamis.

Von Al Haq, juru bicara Front Pembebasan Islam Moro (MILF), mengatakan Tim Pemantauan Internasional sudah tiba di Basilan untuk menyelidiki pertempuran 18 Oktober antara tentara pemerintah Filipina dan gerilyawan.

Kelompok gerilya sebelumnya mengklaim pasukan pemerintah melanggar batas wilayah mereka, dan menyebabkan pertempuran senjata berdarah yang menewaskan 19 tentara pemerintah.

"Kami yakin, organisasi kami akan dibenarkan. Tapi tuduhan yang diajukan oleh polisi terhadap orang-orang kami tidak akan membantu membawa kembali ke situasi normal," kata Al Haq.

Pejabat kelompok gerilya itu mengatakan pada Rabu, bahwa sekitar 5.000 pengikut bersenjata mereka bersidang di kota Datu Saudi di Maguindanao, dan meyakinkan dukungan penuh mereka terhadap organisasi.

Pada saat yang sama, Al Haq mengatakan, para anggota mereka terpicu ketika mereka dilaporkan pemerintah dan kelompok mereka sepakat untuk terus melakukan perundingan perdamaian, meskipun terjadi insiden Al Barkah dan Sibugay Zamboanga.

Militer Filipina sebelumnya menuntut MILF menyerahkan orang-orang mereka di balik kematian 19 tentara, tetapi MILF mengatakan mereka tidak akan menyerahkan orang-orang mereka.

MILF adalah kelompok terbesar pemberontak separatis berkekuatan 12.000 pejuang yang berusaha memisahkan Mindanao dari bagian Filipina serta mendirikan satu negara Islam di wilayah tersebut.

Seorang penjabat senior pemerintah Filipina Rabu mengatakan, mekanisme gencatan senjata antara pemerintah dan MILF perlu ditinjau di tengah pertempuran terakhir antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Muslim di mana 19 tentara tewas.

Juru runding pemerintah, Marvic Leonen, mengakui ada kelemahan pada mekanisme gencatan senjata yang ada.

"Kedua panel, selama pertemuan kami di Kuala Lumpur, setuju bahwa kita akan menunggu rekomendasi untuk meninjau mekanisme gencatan senjata," kata Leonen.

Di pihak pemerintah, Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) telah menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam peninjauan terhadap pelaksanaan pedoman gencatan senjata, kata Leonen.

Dia berpendapat bahwa beberapa pedoman dalam perjanjian gencatan senjata bisa saja usang.

Leonen menjelaskan bahwa perjanjian tentang Komite Koordinasi Bersama Penghentian Permusuhan ditandatangani oleh pemerintah dan MILF pada tahun 1997, sedangkan Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama (AHJAG) ditandatangani pada tahun 2002.

Pihak militer dan gerilyawan MILF telah saling menuduh melanggar mekanisme gencatan senjata yang menyebabkan pertempuran berdarah di kota Al Barka, di provinsi Basilan bulan lalu, di mana setidaknya 19 tentara tewas.

MILF telah berperang selama puluhan tahun dengan pasukan pemerintah untuk mendirikan pemerintahan Muslim sendiri, sebagai bagian di selatan negara yang mayoritas Katolik.

Perundingan perdamaian antara pemerintah dan MILF terhenti pada Agustus 2008 setelah penandatanganan Nota Kesepakatan Wilayah Nenek-moyang dibatalkan.

Satu kesepakatan damai final dengan pemerintah akan menyentuh isu-isu otonomi dan penyelesaian sipil atas sejumlah pejuang kelompok itu.

(H-AK/H-RN)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011