Jakarta (ANTARA News) - Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) menilai target pemerintah untuk mencapai produksi padi sebesar 72 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2012 berat untuk dipenuhi.

"Target produksi padi 72 juta ton itu terlalu dipaksakan," kata Ketua KTNA Winarno Tohir dalam diskusi ketahanan pangan yang digelar Perhimpunpan Penyuluh Pertanian (Perhiptani) di Jakarta, Selasa.

Winarno mengungkapkan, kondisi pertanian dalam negeri selama 2011 sudah mengindikasikan bahwa target yang ditetapkan pemerintah tersebut sulit dicapai.

Pada tahun lalu, tambahnya, pemerintah menetapkan target produksi padi sebanyak 70 juta ton GKG namun berdasarkan Angka Ramalan (Aram) III yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik hanya tercapai 65 juta ton.

Sementara itu, menurut dia, beberapa faktor turut mempersulit pencapaian target produksi padi nasional seperti alih fungsi lahan pertanian yang saat ini mencapai 100 ribu hektare (ha) per tahun untuk keperluan nonpertanian.

Dikatakannya, pemerintah memang merencanakan pembukaan areal persawahan baru seluas 200 ribu ha tahun ini, namun dengan alih fungsi hingga 100 ribu ha artinya realiasasi sawah baru hanya 100 ribu ha.

Selain itu, Winarno menyatakan, kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah tidak akan merangsang petani meningkatkan produksinya karena tidak ada insentif yang mereka terima.

"Menteri Pertanian sudah mengusulkan, namun Menteri Perekonomian tidak bersedia menaikkan HPP dengan alasan akan memicu terjadinya inflasi sehingga masih menggunakan Inpres no 7 tahun 2009," katanya.

Karena harga padi yang dinilai tidak menguntungkan petani tersebut, tambahnya, banyak petani padi khususnya di luar Jawa beralih menanam komoditas perkebunan seperti sawit dan karet yang harganya lebih tinggi.

Menurut Winarno, kondisi anomali iklim yang terjadi saat ini juga merupakan faktor penyebab sulitnya pencapaian target produksi padi 72 juta ton pada 2012.

"Anomali iklim ini merupakan masalah berat bagi petani," katanya.

Dia mengungkapkan, akibat anomali iklim pada 2010 tidak ada panas sepanjang tahun dan pada awal 2011 terjadi banjir sementara pada akhir tahun kering sehingga produksi pangan merosot.

"Sedangkan pada awal 2012 sudah terjadi banjir di mana-mana, sementara kerusakan saluran irigasi juga terjadi," katanya.

Oleh karena itu, menurut Winarno, salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pangan yakni dengan menaikkan produktivitas per hektar atau menekan konsumsi beras per kapita yang saat ini masih tinggi yakni 139 kg/kapita/tahun.
(T.S025/I007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012