Jakarta (ANTARA News) - Membuka tahun 2012, Indonesia dihantui isu pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM). Katanya, pemerintah akan menurunkan subsidi BBM demi mengurangi ketergantungan impor minyak.

Tahun lalu, subsidi BBM mencapai Rp165,2 triliun, membengkak 127,4 persen dari subsidi dalam APBN-P 2011 sebesar Rp129,7 triliun. Tahun ini, APBN menetapkan subsidi BBM sekitar Rp123,6 triliun.

Beberapa opsi ditawarkan. Yang pasti, mulai 1 April 2012, pemerintah akan membatasi BBM bersubsidi. Salah satu
nya mengonversi secara bertahap penggunaan minyak dengan gas. Terberat adalah menaikkan harga BBM.

Yang pasti, kengerian muncul dari benak masyarakat. Mereka mungkin tak akan lagi semudah kini dalam mendapatakan BBM.  Mereka juga sama sekali menolak harga BBM naik karena itu berarti juga harga-harga barang konsumsi lainnya.

Tati Yuniarti (31), yang ditemui Antara News di salah satu pom bensin di Jakarta Pusat, mengaku tak bisa membayangkan skenario itu. “Pasti repot lah kalau BBM langka,” katanya karyawati perusahaan swasta ini. 

Belum pudar ketakutan itu, muncul wacana baru, konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG). 

“Saya sama sekali tidak ada bayangan, gimana ya.. sudah biasa pakai ini,” ujar Tati.

Daniri (20), mahasiswi Universitas Bung Karno Jakarta, juga menganggap asing BBG. “Kalau BBM diganti dengan BBG saya sama sekali tak bisa membayangkannya,” katanya.

Daniri bukan pengendara motor, tapi dia bisa menaksir efek pembatasan BBM.  Katanya, rakyat biasa yang tak memiliki kendaraan pun pasti terkena dampaknya.

“Kita kan naik kendaraan umum, nanti kalau tarifnya naik gimana? Semuanya rugi,” kata Daniri.

Nugroho Saputro (23), pegawai jasa pengiriman barang, bahkan mendesak pemerintah memperhatikan kalangan bawah karena pembatasan 
BBM disebutnya tidak pro rakyat kecil.

“Kalau BBM dibatasi, kasian kita yang beroperasi di lapangan," katanya.  

Akan panjang

Tapi pemerintah tampaknya sudah bulat hati untuk konversi BBM ke gas pada kendaraan roda empat, demi menekan konsumsi BBM bersubsidi agar tak meleset dari kuota APBN 2012.

Mengutip Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, konversi ke BBG ini akan dimulai 1 April 2012, mulai dari kendaraan para menteri.

Satu masalah lagi muncul. Konversi ke BBG membutuhkan sebuah konverter.  Tebak berapa harga satu konverter? Sekitar Rp12 juta!

Agung berjanji pemerintah akan memberikan 2,5 juta konverter gratis kepada kendaraan umum di seluruh Tanah Air, sedangkan kendaraan pelat hitam diberi kemudahan mencicil konverter.

Tak hanya itu, tempat pengisian gas di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum akan kian diperbanyak.

“Saya ragu rencana itu akan berhasil. Prosesnya akan panjang, harus ganti semua dari awal,” ujar Sudrajat (30) yang memiliki beberapa kendaraan angkutan umum di wilayah Jakarta Timur.

Sudrajat malah menilai pemerintah sebaiknya menaikkan saja harga BBM secara bertahap, ketimbang memaksa masyarakat beralih ke BBG.

Pandangan Sudrajat ini sepertinya bersesuaian dengan keinginan menekan jumlah kendaraan beredar. Dalam lebih dari satu dekade terakhir ini, jumlah kendaraan terus meningkat. Jakarta bagai lautan kendaraan bermotor. 

Konsekuensinya konsumsi BBM pun meningkat.

Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyebutkan 13 juta kendaraan bermotor lalu lalang di Jakarta. Kendaraan roda dua adalah yang dominan.

Cermat dampak

Lalu bayangkan, bagaimana jutaan pengguna kendaraan motor itu harus berbondong-bondong beralih ke BBG? Dengan harga konverter yang tak murah pula.

"Pemerintah harus siap memfasilitasi stasiun-stasiun pengisian BBG secara merata," kata peneliti LIPI Dr. Haifa Wahyu.

Haifa menilai, BBG memang lebih murah, selain ramah lingkungan. Namun, persoalannya adalah seberapa banyak stasiun pengisian BBG yang sudah ada.  

Haifa mencatat, konversi ke BBG sebenarnya sudah dicoba pada 1986, namun hambatannya saat kendaraan harus pergi ke luar kota.

Yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan kendaraan berbahan bakar gas adalah 
perawatan secara reguler di mana masa kadalursa tabung gas harus dipatuhi. "Jika materialnya sudah lemah akibat tekanan, bisa menyebabkan ledakaan," kata Haifa.

Semua opsi ada risikonya, pun dengan konversi ke BGG, apalagi sampai menaikkan BBM atau menghapus subsidi.

Saat ini saja, nun jauh di sana di Afrik di negeri kaya minyak Nigeria, protes massa terhadap kenaikan BBM mengguncang negeri itu.  Warga turun ke jalan selama  beberapa hari karena pemerintah menghapus subsidi BBM.

Mengutip BBC, rakyat Nigeria bahkan mengancam akan menghentikan produksi jika pemerintah tak mmenarik kembali subsidi.

Lain Nigeria, lain Indonesia. Tapi belajar dari kekalutan bangsa lain juga hal yang baik.  Oleh karena itu, cermat dalam menaksir konsekuensi dan dampak adalah hal utama, apa pun opsi yang tersedia di meja birokrasi. (*)




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012