Kami memberikan masukan tertulis ke OJK bahwa indikator perusahaan bukan hanya dari aset saja,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Benny Waworuntu menilai pilihan iuran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus dari indikator perusahaan lainnya, bukan hanya aset.

"Kami memberikan masukan tertulis ke OJK bahwa indikator perusahaan bukan hanya dari aset saja," kata Benny Waworuntu usai Rapat Dengar Pendapat Umum RUU Usaha Perasuransian di Kompleks Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (9/1).

Menurut dia, iuran itu dapat didasarkan dari matriks, revenue (pendapatan), premi serta ekuitas. "Kalau sampai memengaruhi premi, khawatirnya itu akan naik," katanya.

Besaran iuran itu, kata dia, rencananya akan digunakan untuk membiayai operasional pengawasan yang dilakukan OJK tersebut.

Vice President PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Nelly Husnayati, mengatakan, sampai saat ini, masih mengkaji bersama perusahaan asuransi lainnya mengenai pungutan itu. "Kami belum mendapatkan keputusan atau kesepakatan untuk pungutan ini," kata dia.

Hal tersebut merupakan tanggapan terhadap rencana OJK menetapkan pungutan sekitar 0,03--0,06 persen dari total aset industri jasa keuangan mulai 2013.

Menurut dia, sejumlah industri asuransi menilai pungutan berdasarkan total aset dengan kisaran 0,03--0,06 persen akan memberatkan bagi perusahaan yang memiliki aset tergolong besar.

"Sebab, otomatis pungutan tersebut juga semakin besar," katanya menegaskan.

Sebelumnya, OJK merilis daftar pungutan yang harus disetor oleh industri jasa keuangan. Terdapat 36 sektor jasa keuangan.

Beberapa di antaranya lembaga keuangan seperti bank umum, BPR, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan harus menyetorkan 0,03--0,06 persen dari aset sebagai pungutan berkala tahunan ke OJK.

Sementara lembaga pasar modal direncanakan dikenai pungutan sekitar 7,5--15 persen dari pendapatan usaha. Lembaga underlying sekitar 0,015--0,03 persen dari aset.

Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK Mulabasa Hutabarat mengatakan bahwa pungutan berkala tahunan itu akan dikenai secara bertahap.

"Pada tahun 2013, pungutan tahunan dikenai 50 persen, sementara pada tahun 2014 sebesar 75 persen dan setahun berikutnya baru dikenai secara penuh atau 100 persen.

"Maksudnya dikenai secara bertahap ini agar lembaga keuangan tidak kaget dan bisa melakukan penyesuaian terhadap pungutan," ujarnya.

(A063/D007)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013