Saya sengaja menampilkan secara berbeda cerita Ramayana ini, menyesuaikan dengan tema yang diangkat FIRE!FIRE!FIRE saya menyajikan tarian penuh hentakan dan gerakan-gerakan yang cepat.
Jakarta (ANTARA News)- Cerita Ramayana yang berasal dari epos atau karya sastra tradisional India ternyata bisa disajikan secara modern dan atraktif.

Cerita Ramayana memang sudah menyebar luas dan menjadi bagian budaya dari masyarakat Asia Tenggara, tidak terkecuali di Indonesia, Kamboja dan Thailand, demikian pantauan ANTARA News, di Jakarta, Rabu malam.

Kisah yang biasanya disajikan dalam pewayangan maupun drama disajikan secara berbeda di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Tiga koreografer berbakat Sophiline Cheam Shapiro (Kamboja), Pichet Klunchun (Thailand) dan Eko Supriyanto (Indonesia) menampilkan cerita Ramayana dari sudut pandang mereka masing-masing.

Paduan gerakan yang indah dengan pencahayan serta efek suara yang dramatis membuat penonton yang memadati GKJ seperti terhiponitis. Tepuk tangan meriah diberikan penonton setelah satu jam lebih pertunjukan berlangsung.

"Pertunjukannya bagus sih, tapi gak bisa nangkap cerita Ramayananya buat tarian dari koreografer Indonesia sama Thailand tadi," kata salah seorang penonton Fitri .

Fitri juga menambahkan bahwa cerita Ramayana lebih bisa ditangkap dalam koreografi karya Sophiline dari Kamboja karena memang masih memperlihatkan ciri tradisonalnya juga disertai narasi cerita dari proyektor di samping panggung.

Diungkapkannya pula walaupun tidak mengerti makna dalam tariannya, ia lebih menyukai koreografi karya Eko Supriyanto karena lebih dinamis.

"Saya sengaja menampilkan secara berbeda cerita Ramayana ini, menyesuaikan dengan tema yang diangkat FIRE!FIRE!FIRE saya menyajikan tarian penuh hentakan dan gerakan-gerakan yang cepat. Selain itu saya tidak menyajikan cerita Ramayananya dalam cerita tapi emosi dari seorang manusia," jelas Eko Supriyanto dalam dialog setelah pertunjukan selesai.

Koreografi karya Eko memang banyak memasukkan unsur modern terutama dari musik yang mengiringi. Ada gabungan musik tradisional, techno maupun bunyi kode morse dari mesin telegram.

Dalam sesi dialog yang sama, Sophiline menjelaskan bahwa tarian kontemporernya memang sengaja tidak meninggalkan ciri tradisonal Kamboja.

"Bentuk modern saya masukkan melalui musik yang mengiringi juga melalui bantuan pencahayaan panggung, gerakannya sendiri banyak keluar dari gerakan dasar tari tradisional Kamboja," jelas Sophiline.

Pichet juga menceritakan makna tari kontemporer baginya. Bagi Puchet tari kontemporer adalah bagaimana menyampaikan pesan melalui emosi yang disampaikan dalam gerakan-gerakan tari.

Tari kontemporer memang lebih terlihat dalam karya Puchet dan Eko. Baik dari kostum maupun gerakannya sama sekali tidak terlihat unsur tradisionalnya.
(A011)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013