Iya (pengeledahan) merupakan pengembangan kasus Hambalang, nanti akan diklarifikasi apakah gratifikasi atau suap dalam bentuk barang,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengembangkan kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang ke arah gratifikasi atau penerimaan suap.

"Iya (pengeledahan) merupakan pengembangan kasus Hambalang, nanti akan diklarifikasi apakah gratifikasi atau suap dalam bentuk barang," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Pada Rabu (25/9), KPK menggeledah rumah mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Olly Dondokambey di Jalan Reko Bawah Desa Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara.

Penggeledahan tersebut terkait dengan penyidikan kasus korupsi P3SON Hambalang dengan tersangka mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Penyidik KPK menyita dua meja dan empat kursi kayu dari rumah Olly yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi XI DPR dan rencananya meja dan kursi itu akan dibawa ke Jakarta.

"Penggeledahan ini dalam rangka pengembangan, kasus ini supaya memperoleh keutuhan konstruksi kasusnya kemudian didukung dengan alat-alat bukti, termasuk barang-barang yang disita, itulah yang sedang dikembangkan oleh tim penyidik KPK," tambah Busyro.

Ia menegaskan bahwa Olly akan diperiksa KPK.

"Iya dong, nanti akan kami akan periksa lagi, tapi penyidik yang punya jadwal," jelas Busyro.

Namun Busyro belum menjelaskan nilai dari meja kursi tersebut atau apakah meja dan kursi tersebut memiliki kesamaan spesifikasi dengan barang-barang yang seharusnya mengisi P3SON Hambalang.

"Nilainya belum," jawab Busyro singkat.

Terkait dengan beredarnya kopi surat permohonan izin penetapan penggeledahan sebelum penggeledahan berangsung, Busyro menegaskan kebocoran tersebut bukan berasal dari internal KPK.

"Yang jelas itu bukan dari sini, entah dari pengadilan (negeri di Manado) atau tidak, nanti biar tim yang dibentuk oleh KPK melakukan koordinasi," ungkap Busyro.

Ia menjelaskan bahwa KPK ingin meminta keterangan sejumlah pihak terkait dengan kebocoran tersebut karena menyangkut dengan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pro-yustisia.

"Kami belum bisa melakukan tindakan menduga-duga, kalau terbukti membocorkan nanti akan dilihat dulu motifnya apa, modus pembocoran seperti apa, baru setelah itu semua akan kami tentukan tindakan kepada yang bersangkutan," jelas Busyro.

Dalam penyidikan korupsi proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen, mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus ini, mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.

Tapi KPK hingga saat ini belum memanggil para tersangka Hambalang tersebut karena masih memprioritaskan saksi-saksi Hambalang.

BPK telah menetapkan kerugian Hambalang senilai Rp463,66 miliar.
(D017)



Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013