Manila (ANTARA News) - Shell Eco-Marathon Asia 2014 telah berakhir setelah dilaksanakan empat hari lalu, dengan hasil Thailand dan Indonesia banyak mendominasi nomor yang diperlombakan sebagaimana halnya dengan Singapura dan Malaysia. 

15 negara di lingkar Asia Pasifik menurunkan tim-timnya dalam lomba efisiensi pemakaian bahan bakar dari 124 tim yang berlaga. Partisipan lomba ini disasar generasi muda dari berbagai perguruan tinggi semua negara peserta. 

Selama ini, Sirkuit Sepang, di Malaysia menjadi sirkuit yang dipilih Royal Dutch Shell sebagai pihak yang "punya gawe" dan baru kali ini Manila Metro menjadi tuan rumah. 

Taman Luneta di pinggir Teluk Manila yang dekat Pelabuhan Internasional Manila menjadi lokasi yang dipilih, yaitu dengan menutup satu blok bagian Taman Jose Rizal di sebagian ruas Roxas Boulevard dan sekitarnya. Jadilah lintasan itu sepanjang 1,2 kilometer dalam satu putaran, di mana tiap mobil harus menyelesaikan 10 putaran dalam 24 menit. 

"Tapi kondisinya ternyata sangat berbeda dengan kondisi saat kita menguji di kampus kami. Di sini jalannya sangat bergelombang sementara mobil konsep tidak mungkin memakai suspensi yang memadai alias bahkan tanpa suspensi," kata Dr Himsar Ambarita, dosen pendamping Tim USU Medan, di Manila, Minggu malam. 

USU Medan meraih dua gelar terhormat sekaligus pada malam penganugerahan piala SEM 2014, yaitu di kategori mobil konsep urban Horas Mesin (USU Medan, berbahan bakar ethanol, 101,4 km/liter) pada urutan pertama, dan Horas USU (USU Medan, 57,8 km/liter) pada urutan kedua. 

Untuk ilustrasi, mobil konsep urban dan konsep prototipe lebih mementingkan aspek efisiensi pemakaian bahan bakar, inovasi aerodinamika bodi, struktur chasis, dan material penyusun. Ada kriteria teknis ketat yang harus dipatuhi semua tim, dan scruteneering ketat juga diterapkan. 

Mengingat sasarannya adu irit pemakaian bahan bakar, maka strategis hidup dan matikan mesin penggerak menjadi pertimbangan sangat penting. "Ini strategi penting bagi semua tim dan umum diterapkan," kata Ambarita. 

Akan tetapi, ada aspek non teknis yang bisa juga menentukan kemenangan tim. Itu adalah kondisi lingkungan, di antaranya kemulusan dan kerataan jalan, temperatur udara dan kelembabannya, dan beberapa hal lain. 

Dengan temperatus udara di atas 33 derajad Celcius dan aspal panas jalan raya, sangat tidak mengenakkan berada dalam kokpit mobil konsep itu. Sempit, tanpa jendela, apalagi pendingin udara, helm penuh, dan baju balap plus sepatu khusus balap; sangat berat bagi pengendaranya. 

Belum lagi aturan lomba yang mengharuskan pembalap dan mobilnya mengantri bisa lebih dari 45 menit. Saat dilepas start, kondisi pembalap bisa jadi sudah dehidrasi dan sulit berkonsentrasi secara memadai dan mengikuti instruksi pendukung timnya melalui radio komunikasi. 

Tikungan di "sirkuit" Metro Manila ini berbentuk persis empat persegi panjang dengan tikungan 90 derajad hanya ke arah kiri saja. Ada peraturan lomba, pembalap hanya boleh menyalib mobil di depannya sekitar 25 meter menjelang tikungan alias tidak boleh menyalib pada tikungan. 

Jika dilanggar, dia akan diberi pinalti waktu. "Ini yang harus dihindari juga, apalagi jalannya bergelombang," kata dia. Sangat merugikan secara aerodinamika karena pada saat mesin dimatikan sesuai regulasi maka dia cuma mengandalkan tenaga gerak dari aerodinamika bodi mobil.

Ada beberapa kejadian mobil path as rodanya, yaitu para mobil GO-AUB dari American University of Beirut (kelas konsep prototipe) atau pecah ban pada mobil Sadewa dari Tim Universitas Indonesia, di kelas konsep urban. Yang terakhir lebih karena temperatur sangat tinggi di aspal sementara karet ban mobilnya memakai tipe kembangan lunak pada tekanan angin tinggi. 

"Bukan cuma adu irit yang jadi pertaruhan, tapi juga lebih pada ketangguhan mobil dan pengemudinya," kata Ambarita. 

"Lebih baik kita bisa menyelesaikan lomba secara utuh terlebih dahulu. Itu satu sasaran penting juga karena kita sudah jauh-jauh datang untuk berlomba ke sini," kata dia.
Pewarta:
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014