tim khusus itu terdiri dari Mabes Polri, Kementerian Kehutanan dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan atau UKP4.
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membentuk tim khusus gabungan akan menyelidiki dugaan adanya oknum aparat yang menguasai ratusan hektare lahan di kawasan hutan konservasi Provinsi Riau.

"Kami ingin penyelesaian masalah ini bisa komprehensif dan tidak parsial, karena menyangkut oknum-oknum yang ada di sana," kata Kapolda Riau, Brigjen Polisi Condro Kirono, di Posko Satgas Darurat Asap Riau, Pekanbaru, Jumat.

Ia menjelaskan tim khusus itu terdiri dari Mabes Polri, Kementerian Kehutanan dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan atau UKP4.

Pernyataan Condro Kirono sekaligus membenarkan bahwa proses hukum terhadap oknum aparat dari TNI-Polri yang menguasai kawasan hutan konservasi di Riau akan terus berlanjut, meski tugas Satgas Operasi Terpadu Darurat Asap Riau berakhir pada 4 April.

Adanya keterlibatan oknum TNI-Polri itu terungkap dalam penanganan Satgas, bahwa keberadaan aparat menjadi salah satu pemicu perambahan di kawasan konservasi seperti di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu dan Taman Nasional Tesso Nilo. Aktivitas ilegal tersebut juga mengakibatkan kebakaran besar di kawasan konservasi.

"Yang ada di sana bukan hanya dua oknum mantan Kapolres saja, tapi ada oknum TNI sampai DPR dan DPRD juga ada," tegas Condro Kirono.

Ia mengatakan, penanganan kasus tersebut nantinya akan melibatkan tim khusus dari Bareskrim Polri yaitu Direktorat Tindak Pidana Tertentu, UKP4 dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan.

"Data siapa saja di sana, masalah di kawasan itu apa sudah terlanjur sudah ditanami, akan ditindaklanjuti di tingkat pusat," ujarnya.

Sedangkan, sejauh ini penanganan kasus yang melibatkan aparat perambah hutan baru menyentuh Sersan Mayor Sudigdo dari TNI AD yang ditangkap karena terlibat perambahan dan menjadi "cukong" (pemodal) pembalakan liar di cagar biosfer.

Wakil Komandan Satgas Darurat Asap Riau, Mayjen TNI Iskandar, menambahkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar setiap aparat TNI-Polri yang melakukan pembiaran, terlambat melaporkan adanya kebakaran lahan dan hutan, apalagi terlibat di dalamnya, harus dijatuhi sanksi seberat-beratnya.

"Harus dipecat," tegas Mayjen TNI Iskandar.

Ia mengatakan, hal serupa juga perlu ditetapkan kepada aparatur dari tingkat desa hingga pejabat di lingkungan pemerintah daerah.

Selama tanggap darurat asap Riau terjadi, Satgas Penegak Hukum dalam hal ini Polda Riau telah menetapkan 110 tersangka dari 67 kasus dugaan kebakaran lahan dan hutan, perambahan serta pembalakan liar. Satu tersangka berasal dari korporasi, yakni PT National Sago Prima dari Sampoerna Agro Group.

Dari jumlah tersangka itu, polisi masih memburu tujuh orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sedangkan, 42 kasus sudah lengkap (P21) yang bisa segera disidangkan, sementara 15 masi proses dilengkapi di Kejaksaan dan 10 kasus lagi masih dalam penanganan polisi.

Berdasarkan data Satgas, luas kebakaran hutan dan lahan sejak Januari hingga berakhirnya masa kerja Satgas Operasi Terpadu mencapai lebih dari 21.900 hektar. Sedangkan, uang negara yang sudah habis melalui anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk darurat asap Riau mencapai sekitar Rp164 miliar.

(F012)

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014