Ada SK (surat keputusan) Menteri Kehutanan yang menyatakan sebagian besar wilayah di Bintan ini adalah hutan lindung, namun beberapa pihak lainnya menilai sebagian besar bukan hutan lindung,"
Bintan, (ANTARA News) - Pembangunan dan pengembangan industri aluminium di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yang merupakan proyek kemitraan PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) dan perusahaan Tiongkok Nanshan Group masih terkendala status lahan yang masih termasuk wilayah hutan.

"Ada SK (surat keputusan) Menteri Kehutanan yang menyatakan sebagian besar wilayah di Bintan ini adalah hutan lindung, namun beberapa pihak lainnya menilai sebagian besar bukan hutan lindung," kata Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani di Bintan, Rabu.

Menurut keterangan dari Kementerian Perindustrian, lahan untuk pembangunan industri aluminium tahap I, yakni untuk membangun refinery alumina, sebagian telah dibebaskan dari kebutuhan 1.324 hektar luas lahan yang direncanakan.

Luasan lahan lain yang diperlukan dari keseluruhan lahan yang direncanakan sebesar 4.305 hektar masih terkendala, dengan status lahan yang masih termasuk Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi yang dapat di Konversi, dan Hutan Produksi.

Adapun kebutuhan lahan dalam pengembangan industri aluminium di Bintan seluas 4.305 hektar itu, meliputi tahap I untuk refinary alumina seluas 1.324 hektar, tahap II untuk smelter aluminium seluas 1.451 hektar, tahap III untuk kawasan industri penunjang smelter dan refinery seluas 1.530 hektar.

Sementara itu, Bupati Bintan H. Ansar Ahmad menyatakan bahwa luas lahan yang sudah bisa mulai dipakai adalah 3000 hektar.

"Kawasan yang belum dilepas dan masih dalam proses pinjam pakai lahan itu seluas 2000 hektar. Sekarang 1000 hektar sudah 'clean' (dilepaskan). Minimal 3000 hektar sudah bisa untuk bangun pelabuhan dan akan banyak juga untuk fasilitas lain," kata Ansar. "Sekarang masih sedang diurus izinnya ke Kementerian Perhutanan," lanjutnya.

Terkait hal tersebut, PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), sebagai partner lokal dari Nanshan Group asal Tiongkok, sedang mengupayakan penyelesaian perubahan status lahan untuk lahan industri aluminium itu di Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Planologi.

Hal yang harus dilakukan oleh PT BAI untuk perubahan status lahan tersebut adalah dengan menyusun master plan dan rencana aksi pembangunan industri aluminium, yang mencakup refinery, smelter, dan kawasan industri.

PT BAI bekerja sama dengan anak perusahaan Nanshan Group asal Tiongkok, Nanshan Aluminium, untuk pembangunan smelter bauksit dengan investasi senilai Rp11 triliun atau satu milliar dolar AS.

Smelter yang dibangun di Kecamatan Bintan Timur itu akan mengolah ekstraksi bauksit menjadi alumina, yang kemudian diolah lagi menjadi aluminium ingot dan produk-produk turunan lainnya. Selain investasi satu miliar dolar AS untuk pembangunan smelter, investasi dari perusahaan Tiongkok itu juga akan mencakup infrakstruktur dan pembangkit listrik yang dapat mencapai lima miliar dolar AS.(*)

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014