Canberra (ANTARA News) - Seorang perempuan bergegas keluar dari ruang kerjanya menuju ruang tunggu tamu.

"Halo, maaf menunggu, mari masuk," kata perempuan itu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop.

Hari itu dia menerima sejumlah wartawan Indonesia yang sudah menunggu untuk wawancara.

Kantornya berada paling ujung di ministerial Wing, koridor yang berisi ruang-ruang kerja para menteri, di Parliament House (Gedung Parlemen).

Di Australia, karena posisi kabinet adalah jabatan politik partai, maka kantor para menteri berada di gedung parlemen.

Julie Bishop siang itu mengenakan boot hak tinggi, dipadu baju terusan biru, stoking hitam dan kalung manik.

"Selamat datang, tampaknya saya akan mendapat pertanyaan-pertanyaan keras ya," katanya lalu tertawa setelah menyalami  tamu satu persatu.

Tidak ada sofa mewah untuk tamu di ruang kerjanya yang berukuran sekitar 4 x 7 meter.

Hanya beberapa kursi tamu dengan meja kecil.

Bishop kemudian memulai wawancara dan dia menjawab berbagai pertanyaan mulai hubungan kedua negara, isu penyadapan oleh Australia terhadap pejabat Indonesia, hingga kebijakan mencegah masuknya perahu imigran gelap.

Dia ramah namun segera "memperbaiki" setiap kali wartawan Indonesia saat bertanya menggunakan istilah "mematai-matai" ataupun "menyadap".

"Itu tuduhan tanpa bukti," katanya dengan tetap tersenyum, setiap kali membahas hal tersebut.

Bishop banyak ditanya mengenai hal tersebut, hingga dia mengatakan, "Begini, saya berlatar belakang pengacara, jadi saya bilang ini tuduhan tanpa bukti. Soal intelijen, pemerintah Australia, pemerintah Indonesia, maupun pemerintah di manapun, tak akan berkomentar soal intelijen, kan Kepala Badan Intelijen Negara anda tidak akan bicara menyangkut intelijen, seperti juga saya tidak akan bicara soal begitu."

Mengenai pemilu di Indonesia, Bishop beberapa kali memuji dengan menyebut Indonesia adalah "ibu kota pemilu dunia". Istilah yang dia akui berasal dari Bank Dunia.

Saat ditanya mengenai New Colombo Plan, dia semakin bersemangat.

"Saya sangat semangat setiap kali membahas hal ini, karena ini program utama dalam kebijakan luar negeri kabinet kami," kata Bishop.

Aslinya, Colombo Plan pada setengah abad lalu adalah program bagi mahasiswa-mahasiswa Asia Pasifik untuk belajar di Australia.

Kini, program itu berlangsung sebaliknya; mahasiswa Australia belajar di negara-negara kawasan Asia Pasifik.

"Saya belajar di luar negeri dan ini mengubah hidup saya," kata Bishop yang pernah menjabat menteri pendidikan pada masa kabinet John Howard.

Saat menjadi menteri pendidikan, lanjutnya, pada 2006 berlangsung konferensi pendidikan internasional di Brisbane.

Bishop ketika itu berbincang dengan menteri-menteri pendidikan berbagai negara.

"Mereka bilang, kami banyak mengirim mahasiswa ke Australia, bagaimana kalau kini mahasiswa Australia yang belajar di tempat kami? Saya pikir itu adalah pertanyaan yang bagus," kata Bishop.

Dia selanjutnya melakukan survei dan riset mengenai hal tersebut, tapi selanjutnya "Kami kalah dalam pemilu, jadi ide saya tertunda tahun 2006."

Saat menjadi oposisi bersama partainya, sebagai menteri kabinet bayangan dia menyusun cetak biru New Colombo Plan yang akan menjadi prakarsa kebijakan luar negeri jika partainya menang pemilihan.

"Ketika partai kami menang, saya serahkan blue print  itu ke kementerian luar negeri untuk dilaksanakan," kata Bishop.

Tahun ini New Colombo Plan dilaksanakan sebagai proyek percontohan di Indonesia, Jepang, Hong Kong, Singapura.

Program tersebut pada tahun ini menargetkan 1.300 mahasiswa S1 Australia akan tinggal, belajar, dan magang di negara-negara tersebut.

"Empat puluh persen di antaranya memilih Indonesia," katanya.

Ketika ditanya kembali tentang hubungan Indonesia Australia, dia mengatakan, "kita bertetangga dan akan terus bertetangga, tentu masalah kadang muncul, tapi hubungan Australia dengan Indonesia sangat luas dan dalam".

Ketika ditanya tentang capres Indonesia, Bishop mengatakan pemerintah Australia akan menghormati dan siap bekerja sama dengan siapa pun yang memenangi pemilihan presiden.

Ketika didesak soal sosok capres-capres Indonesia, dia mengatakan "Tentu Menlu anda juga tidak akan mengomentari calon-calon pemimpin Australia. Yang kami harapkan, pemerintahan anda selanjutnya tetap mempererat kerja sama dengan Australia."

Julie Bishop adalah orang ke-38 dan perempuan pertama yang menduduki jabatan menteri luar negeri Australia.

Julie Bishop lahir 17 Juli 1956 di Lobethal, Australia Selatan, dan merupakan wakil ketua Partai Liberal Australia sekaligus perempuan pertama yang menduduki jabatan itu.

Dia menjadi anggota parlemen sejak 1998 dari daerah pemilihan Curtin, Australia Barat.

Bishop adalah sarjana hukum dari University of Adelaide dan Harvard Business School.

Dia juga partner senior di firma hukum Clayton Utz di Australia.

Dia pernah menikah kemudian bercerai.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014