Kini kita dapat menggunakan satelit dan komputasi awan untuk dapat memetakan secara cepat di mana api berkobar dan apa dampak yang dihasilkannya.
Jakarta (ANTARA News) - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia menjadi masalah serius yang menyita perhatian dunia internasional, sebab kerugian dari hilangnya keanekaragaman hayati yang ikut terbakar sulit terhitung, begitu juga dampak kesehatan masyarakat yang terganggu akibat asap kebakaran hutan dan lahan.

Tudingan negatif ditujukan kepada Indonesia, yang dianggap tidak mampu menjaga sisa hutan hujan tropis yang menjadi harta dunia. Bukan hanya protes yang datang dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, namun juga pihak luar selain negara tetangga.

Kebakaran di Indonesia dipicu oleh sejumlah masalah yang kompleks. Api seringkali digunakan untuk membuka lahan bagi pertanian, namun kadangkala digunakan oleh perusahaan dan komunitas masyarakat dalam konflik perebutan lahan.

Pada Juni 2013, api dari kebakaran hutan dan lahan menebarkan kabut asap di Indonesia, Singapore, Malaysia dan Thailand, memaksa ditutupnya kegiatan sekolah dan bandar udara. Pada Maret 2014, lebih dari 51.000 orang di Indonesia menderita penyakit saluran pernapasan akut akibat kebakaran hutan dan lahan, dan menyebabkan kerugian yang diestimasikan senilai Rp20 triliun (atau setara dengan 1,7 miliar dolar AS).

Studi the World Resources Institute (WRI) sebelumnya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah dari kasus kebakaran di Pulau Sumatera dalam beberapa bulan belakangan ini terjadi di Provinsi Riau, terkonsentrasi di sejumlah kabupaten dan kecamatannya.

Kebakaran umumnya terjadi di lahan gambut, memicu dihasilkannya kabut asap yang jauh lebih buruk, dimana banyak kasus ditemukan dalam batas-batas konsesi perusahaan kelapa sawit, pengolahan bubuk kayu dan penebangan pohon. 

Hingga kini belum ada upaya yang dianggap benar-benar berhasil untuk mencegah terjadinya karhutla di Indonesia. Selain itu, sulit pula mengawasi setiap jengkal lahan dari aksi "land clearing" dengan cara pembakaran hutan dan lahan, meski pada akhirnya dapat diketahui pelaku melalui proses penyelidikan oleh aparat.

Dalam upaya melakukan mitigasi karhutla dan kabut asap Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Indonesia dan the World Resources Institute (WRI) meluncurkan Global Forest Watch Fires (GFW-Fires), sebuah platform online untuk memonitor dan merespon kebakaran hutan dan lahan di Asia Tenggara.

GFW-Fires ini diperkenalkan sebagai bagian dari Karhutla Monitoring System (KMS), yakni sebuah sistem yang mampu mengetengahkan citra satelit dengan resolusi tinggi dari DigitalGlobe (penyedia citra satelit terkemuka), mengeluarkan peringatan dari NASA dalam waktu yang mendekati aktual, menyebarkan peringatan melalui sistem SMS, hingga menampilkan peta konsesi dan penggunaan lahan.

GFW-Fires merupakan hasil kolaborasi antara BP REDD+, Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), WRI, DigitalGlobe, Google, Esri, dan beberapa pemangku kepentingan lain.

Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo mengatakan merancang dan mengoperasikan sebuah sistem monitoring yang canggih adalah salah satu pendekatan BP REDD+ dalam menangani kebakaran hutan dan lahan, di samping upaya peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta melalui penerapan audit ketaatan di area-area konsesi dimana titik api umumnya ditemukan.

Monitoring, pengembangan kapasitas, dan penegakan hukum merupakan sebagian dari sejumlah pendekatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam menyiasati kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Ia mengatakan Pemerintah melakukan investasi dalam penanganan kebakaran dan pengelolaan hutan sebagai strategi menuju masyarakat rendah karbon, dan akhirnya untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan Indonesia yaitu 26 persen penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020, atau penurunan sebesar 41 persen jika didukung oleh komunitas internasional.



Keunggulan GFW-Fires

GFW-Fires, menurut Direktur Program Kehutanan Global WRI, Dr Nigel Sizer, dikombinasikan dengan berbagai aspek yang terdapat dalam KMS milik Pemerintah Indonesia, untuk memungkinkan respon terhadap kebakaran dengan lebih cepat, dan dengan akuntabilitas yang lebih tinggi di mana kejahatan pembakaran ilegal mungkin terjadi.

Sistem ini, lanjutnya, memadukan data baru, teknologi terkini dan kemitraan yang inovatif bagi penyediaan informasi yang tepat, dalam format yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membantu mereka menyelesaikan masalah yang sangat serius dan telah lama mengganggu ini. Platform ini memuat data yang demikian kaya dan dilengkapi perangkat yang memungkinkan pihak pemerintah, dunia usaha dan masyarakat umum Indonesia memonitor serta memerangi kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap secara lebih efektif.

Keunggulan sistem ini meliputi kemampuan mengeluarkan peringatan dalam waktu yang hampir aktual dari NASA dan NOAA, yang dipetakan secara daring atau online dan segera didistribusikan kepada pejabat lokal, unit pemadam kebakaran, kepala desa dan pihak-pihak lainnya melalui sistem peringatan SMS.

Laporan arah angin dalam waktu yang aktual, serta tampilan data tentang kualitas udara, membantu menunjukkan area yang berisiko terpapar kabut asap juga dapat diberikan secara daring. Kelebihan lain yakni mampu menghasilkan citra satelit dengan resolusi sangat tinggi dari DigitalGlobe, dimana satelit mampu mengirimkan citra kebakaran hutan terkini dengan resolusi sedetil 50 X 50 cm.

Data ini, menurut Sizer, membantu menentukan lokasi terjadinya kebakaran dan menangkap sinyal akan siapa yang kiranya bertanggung jawab atas kejadian tersebut. DigitalGlobe juga akan mengunggah citra tersebut ke dalam platform Tomnod milik mereka demi mendorong kampanye bagi urun daya (crowdsourcing) dari berbagai pihak untuk dapat segera mengindentifikasi area yang terbakar.

Dukungan komputasi yang sangat besar dari Google Earth Engine dalam penyediaan analisis-analisis penting lainnya, seperti misalnya peta rinci mengenai bekas kebakaran.

Selain itu, ia mengatakan penyediaan peta konsesi lahan kelapa sawit, kayu, perusahaan pengolah serat kayu, peta area-area yang dilindungi, lahan-lahan yang dijangkau WRI, BP REDD+, Kementerian Kehutanan dan sebagainya.

Sistem ini juga dapat menampilkan diskusi tentang kebakaran dan kabut asap di media sosial dengan mencantumkan keterangan geografis lokasi percakapan, yang juga memungkinkan pembicaraan tentang kebakaran dan kabut asap di Twitter dapat termonitor.

GFW-Fires sendiri dirancang di atas platform dan melalui analisis yang dibangun oleh Global Forest Watch, sebuah sistem monitoring dan peringatan online yang dinamis, yang mampu memberdayakan berbagai pihak, dimana pun, untuk mengelola hutan dengan lebih baik.

President and CEO DigitalGlobe Jeffrey Tarr mengatakan perkembangan ini merepresentasikan momen dimana kebakaran di kawasan Asia Tenggara kini dapat dimonitor dari angkasa dalam waktu mendekati aktual dengan menggunakan satelit yang memiliki resolusi tinggi.

"Sebagai bagian dari program kami yaitu Seeing a Better World, gambar-gambar hasil monitoring tersebut akan tersedia melalui GFW-Fires dan platform crowdsourcing (urun daya) Tomnod, ini adalah langkah besar dalam memahami masalah, sehingga kita dapat menyelesaikannya dengan lebih baik," ujar dia.

Sementara itu, Manajer Teknik Google Earth Outreach and Earth Engine Rebecca Moore mengatakan melalui teknologi baru ini, kini semua dapat menyaksikan kemajuan yang begitu besar dari kemampuan melakukan monitoring terhadap bencana dan perubahan lingkungan di waktu yang hampir aktual.

"Kini kita dapat menggunakan satelit dan komputasi awan untuk dapat memetakan secara cepat di mana api berkobar dan apa dampak yang dihasilkannya. Pendekatan baru ini ditempuh untuk mendobrak masalah lama yang tak kunjung usai," ujar dia.

Deputi Kepala BNPB Bidang Pencegahan dan Kesiapan Dody Ruswandi mengatakan belajar dari pengalaman BNPB dalam mengerahkan sumber daya nasional melalui kerjasama dengan berbagai Badan Pemerintah terkait dan TNI/POLRI untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau selama dua tahun terakhir ini, maka pihaknya tentu menyambut baik dan mendukung segala terobosan untuk meningkatkan upaya pencegahan dibandingkan dengan kerja keras memadamkan api, dengan penerapan sistem GFW-Fires ini sebagai bagian dari sistem kontrol kabut asap nasional.

(V002)

Oleh Virna P Setyorini
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014