Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mengintensifkan komunikasi dengan Brasil dan Belanda yang memulangkan duta besarnya untuk berkonsultasi melalui Duta Besar (Dubes) Indonesia di kedua negara tersebut, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arrmanatha Nasir.

"Komunikasi dengan Belanda dan Brasil terus menerus dijalin melalui perwakilan Indonesia di kedua negara tersebut," ujar Arrmanatha Nasir di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan walau komunikasi terus dilakukan, hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara masih tetap normal karena ini hanya sebatas pemanggilan duta besar untuk berkonsultasi, bukan penarikan dubes.

"Penarikan dubes berarti memutuskan hubungan diplomatik yang bisa mengganggu hubungan bilateral. Namun pemanggilan untuk berkonsultasi merupakan hal wajar dan hak setiap negara, jadi tidak akan mempengaruhi kerja sama Indonesia dengan Brasil dan Belanda," kata Arrmanatha.

Pemerintah Indonesia, lanjut dia, sangat menghargai hak setiap negara untuk membela warganya yang terancam ataupun dijatuhi hukuman mati di luar negeri.

"Negara kita menghargai usaha setiap negara membela warganya. Tetapi itu harus dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang ada di Indonesia," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan bahwa Brasil dan Belanda memulangkan duta besarnya untuk berkonsultasi di negara masing-masing terkait warganya yang dihukum mati oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Minggu (18/1) dini hari.

Warga Brasil dan Belanda tersebut didakwa atas kasus narkoba bersama empat orang lainnya, yang grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Adapun keenam terdakwa tersebut adalah Marco Archer Cardoso Moreira (warga negara Brazil), Ang Kiem Soei (WN Belanda), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo (WN Nigeria), Rani Andriani (WNI) serta Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam).

Lima orang terdakwa dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, dan sementara Tran Thi Bich Hanh dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.

Pemerintah Indonesia menyatakan hukuman mati ini merupakan komitmen dalam memberantas narkoba yang digunakan oleh 4,5 juta warga Indonesia dan 1,2 juta orang di antaranya dalam kondisi tidak dapat direhabilitasi lagi.

Pewarta: Michael Teguh Adiputra Siahaan
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015