...karena perbuatannya itu extra crime, kejahatan luar biasa yang terorganisir"
Jakarta (ANTARA News) -  Aktivis tahun 1980-an yang tergabung dalam Pusat Informasi Jaringan Aksi Reformasi (Pijar) menolak rencana pemerintah memberi remisi kepada koruptor.

"Koruptor jangan dapat remisi karena perbuatannya itu extra crime, kejahatan luar biasa yang terorganisir," kata Koordinator Aksi Toni Listiyanto di Jakarta, Minggu.

Toni menilai apabila koruptor mendapat remisi maka tidak ada efek jera pada koruptor.

"Seharusnya tidak ada remisi terhadap koruptor untuk efek jera. Apalagi besarnya dampak yang ditimbulkan dari perbuatan mereka bagi bangsa," ujar Toni.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Sabtu (14/3), mengungkapkan rencana memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada perpidana korupsi dengan mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

Pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono peraturan tersebut malah mengatur pembatasan remisi kepada koruptor.

Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi menilai pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tidak bisa diobral.

Meskipun begitu, dia mengakui remisi dan pembebasan bersyarat secara normatif adalah hak setiap narapidana, termasuk pelaku kejahatan korupsi.

"Karena itu tanpa alasan yang sah tidak bisa dilakukan pembatasan apalagi penghilangan hak tersebut. Namun, remisi dan PB juga tidak bisa diobral. Hak itu harus diberikan dengan standar akuntabilitas yang tinggi sehingga tidak melukai rasa keadilan," ujar Hendardi dalam keterangan persnya.

"Betul koruptor memiliki daya rusak tinggi, tetapi penanganannya tetap tunduk pada sistem pemidanaan dan pemasyarakatan. Bukan logika saling balas dendam," tegasnya.






Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015