Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menargetkan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol selesai dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang pada masa sidang ke-IV tahun 2014-2015.

"Tentu prosesnya akan diselesaikan di masa sidang ke-IV tahun 2014-2015. Fraksi PPP mendapat aspirasi dari berbagai elemen seperti NU, Muhamadiyah dan ormas lainnya, agar ada pengaturan yang kuat terhadap minumal beralkohol," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakan Arsul dalam diskusi Forum Legislasi RUU Minuman Beralkohol di Pers Room DPR RI, Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa.

Arsul yang juga anggota Fraksi PPP di DPR RI menjelaskan Indonesia berpenduduk mayoritas beragama Islam namun peredaran minuman beralkohok lebih liberal dari negara lain.

Dia mencontohkan di negara Skotlandia, Inggris, dan Australia minuman beralkohol sudah diatur namun di Indonesia belum ada level pengaturannya dalam bentuk Undang-Undang.

"Ketika Fraksi PPP mengajukan RUU itu ke Baleg DPR RI agar masuk Prolegnas prioritas dan didukung Fraksi PKS dan lainnya. Ini ada satu kesamaan cara pandang teman-teman di DPR RI," ujarnya.

Dia menjelaskan naskah akademik yang diajukan Fraksi PPP dalam RUU itu baru menekankan pada larangannya namun belum memperhitungkan aspek ekonomis dan industri terkait UU tersebut.

Hal itu menurut dia F-PPP menilai tidak berhubungan dengan industri minuman beralkohol namun apabila dalam pembahasannya ada posisi tawar pasal maka fraksinya siap mendiskusikannya.

"Sementara ini pembicaraan informal dengan personal, UU ini akan mengalami pembahasan yang cukup seru," ujarnya.

Dia berharap ada masukan untuk penguatan bukan sebaliknya memberi legitimasi terhadap industri alkohol.

Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNam) yang juga anggota DPD, Fahira Idris mengatakan pihaknya telah mengkaji dan berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2007, angka konsumsi miras di kalangan remaja sebesar 4,9 persen.

Namun menurut dia angka itu melonjak menjadi 23 persen pada 2014 dan apabila dari dulu Indonesia memiliki aturan miras yang jelas maka kondisinya tidak seperti itu.

"Kondisi itu sudah puluhan tahun terjadi dan pemerintah lalai dalam hal ini. Kondisi itu berbeda dengan narkotika yang sudah memiliki UU," ujarnya.

Menurut dia industri bir sangat massif memasarkan produknya dengan sasarannya adalah remaja namun negara melakukan pembiaran.

Dia meminta pemerintah melakukan sosialisasi tentang bahaya Miras kepada masyarakat khususnya kalangan muda dan Indonesia harus cepat memiliki regulasi terkait minuman beralkohol tersebut.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015