Trenggalek (ANTARA News) - Bencana kekeringan dampak badai elnino di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ditengarai semakin meluas.

Berdasarkan pantauan, hal ini tampak dari semakin banyaknya sungai yang mengering, lahan pertanian kesulitan pasokan air tanah, hingga keterbatasan pasokan air bersih untuk konsumsi warga.

Salah satu daerah yang pelaing parah mengalami krisis air bersih dampak badai elnino terpantau di wilayah Desa Ngrencak, Kecamatan Panggul.

Di wilayah pegunungan salah satu kawasan pesisir selatan Jawa Timur itu, ratusan warga harus mengantri untuk mendapat jatah air bersih dari dua sumur yang masih tersisa.

"Tapi kini kondisinya (air) juga keruh dan hampir habis. Itu karena banyak sekali yang mengambil air di sini," tutur Umar, salah seorang warga Desa Ngrencak yang ikut mengantri jatah air di sumur desa tersebut, Minggu.

Ia mengatakan, ada lebih dari 200 KK yang kini menggantungkan kebutuhan air bersih mereka dari kedua sumur desa itu.

Antrian biasanya terjadi pada pagi hari serta sore. Selain untuk konsumsi air minum, memasak serta untuk ternak, air yang mereka ambil juga digunakan untuk mandi dan cuci pakaian.

Namun itupun beberapa keperluan sekunder seperti air untuk cuci dan mandi sudah jauh berkurang mengingat minimnya pasokan air yang tersedia maupun bisa diambil dari kedua sumur desa tersebut.

"Kami berharap segera ada bantuan air bersih dari pemerintah daerah agar krisis air di desa kami tidak semakin parah," ujar Tumini, warga lainnya.

Lokasi pemukiman mereka memang tergolong terpencil. Berada di satu lingkungan Dusun Pucung, Desa Ngrencak, Kecamatan Panggul, perkampungan yang mereka tinggali terletak di punggung sebuah perbukitan yang kering nan gersang, apalagi saat kemarau.

Sebagian besar warga sebenarnya telah memiliki sumur-sumur pribadi ataupun sumur bersama yang kemudian disalurkan menggunakan jaringan pipa/slang. Namun di saat kemarau, sumur-sumur yang ada selalu mengering akibat penurunan debit air tanah secara masif.

Hanya dua sumur desa yang masih mengeluarkan air, namun itupun jarak tempuh dari pemukiman mencapai lebih dari tiga kilometer sehingga untuk menjangkau warga harus berjalan kaki melalui jalan setapak.

"Hal seperti ini selalu terjadi saat kemarau. Kami khawatir musim tahun ini lebih panjang, karena itu berarti warga di sini bakal sangat menderita," ujar Umar.

Pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek mengungkapkan, saat ini ada sekitar 39 desa di di daerah itu yang diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana kekeringan sebagai dampak badai elnino.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Trenggalek, Djoko Rusianto mengatakan, kekeringan terutama berdampak pada pasokan air tanah untuk lahan-lahan pertanian di daerah itu.

"Kekeringan memang masih menjadi ancaman, terutama ke sektor pertanian karena pasokan air diprediksi menyusut drastis," ujarnya.

Menurut Joko, apa yang terjadi saat ini merupakan siklus yang setiap saat bisa terjadi, sehingga pihaknya mengimbau warga agar mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, khususnya mengantisipasi wilayah-wilayah yang selama ini menjadi "langganan" (terdampak) bencana kekeringan.

Tahun ini (2015), ungkap Joko, sebenarnya jumlah area terdampak kekeringan di Trenggalek menurun atau lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu.

Jika pada 2014 jumlah desa yang dilada kekeringan mencapai 49 perkampungan, tahun ini jumlahnya menurun menjadi 39 desa.

Estimasi itu, menurut keterangan Joko, merupakan hasil dari rapat koordinasi di BPBD Jawa Timur beberapa waktu sebelumnya, mengingat ada beberapa wilayah yang hampir pasti tidak terkena lagi lantaran sudah ada pipanisasi.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015