... sepertinya realisasi di tahun ini tidak tercapai...
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Anggaran DPR, Ahmadi Noor Supit, mengatakan, pidato Presiden Jokowi tentang nota keuangan RAPBN 2016 tidak merinci apa yang menjadi prioritas pemerintah.

"Pidatonya tidak dirinci prioritasnya apa. Biasanya tiap tahun itu merinci bidang yang diprioritaskan," kata Supit, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.

Di bidang pajak misalnya, pemerintah menyebut pertumbuhan sebesar 5,1 persen. Tapi pemerintah tidak merinci mana yang tumbuh dan mana yang tidak tumbuh. Karena biasanya tiap tahun pertumbuhannya 10 persen untuk penerimaan pajak. 

"Walaupun sepertinya realisasi di tahun ini tidak tercapai. Kemarin itu penerimaan pajak lompatannya 30 persen dari tahun sebelumnya di APBN Perubahan 2015," kata dia.

"Kalau kita melihat dari sisi penerimaan, logikanya pertumbuhan tidak segitu. Sekarang ini pemerintah masih optimis pertumbuhan 5,5 persen. Padahal kalau sampai semester II berakhir, kita perkirakan tidak sampai 5 persen di 2015. Paling tinggi 4,8-4,9 persen," kata Supit.

"Nah kalau baselinenya 4,8, sementara target di 2016 sebesar 5,5 persen, itu cukup ambisius. Tapi kita lihat di akhir tahun," imbuhnya.

Indikator makro ekonomi lain, misalnya inflasi yang dipatok sebesar 4,7 persen, juga tidak sesuai. Sementara, saat ini, inflasi sudah mencapai 5-6 persen, bahkan tujuh persen di tahun ini. "Ini juga salah satu yang saya kira sangat optimis. Tapi kita lihat realisasinya di akhir tahun," kata politisi Partai Golkar itu. 

Kurs rupiah memang di luar dugaan. Pemerintah meletakkan di angka Rp13.400. Sedangkan di pembahasan sebelumnya tidak sampai Rp13.200. "Itu pun kalau bisa menahan laju rupiah yang terus merosot. Kalau bisa menembus Rp15.000 itu sangat mencemaskan bila dipatok Rp13.400," kata Supit.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015