Bonn, Jerman (ANTARA News) - Negara-negara berkembang pada Rabu mendesak negara maju memenuhi kewajiban mereka untuk menyediakan dukungan teknologi dan dana bagi negara-negara berkembang guna menghadapi perubahan iklim berdasarkan kesepakatan iklim global baru yang akan ditandatangani di Paris akhir tahun ini.

Nozipho Mxakato-Diseko, ketua "G77 dan Tiongkok" yang mewakili 134 negara berkembang, pada Rabu (21/10) mengingatkan bahwa berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) negara maju wajib menyediakan sumber daya keuangan, alih teknologi dan pembangunan kapasitas bagi semua negara berkembang untuk membantu mereka menangani tantangan perubahan iklim.

Kewajiban semacam itu juga berlaku dalam kesepakatan iklim Paris, dan ia mengatakan, "Ini adalah kewajiban sah berdasarkan Konvensi. Baik itu berupa 'bantuan' atau 'derma' atau yang serupa dengan dukungan pembangunan."

"Kita berhadapan dengan narasi sederhana yang menunjukkan bahwa 'dunia telah berubah sejak UNFCCC disahkan pada 1992' akibat perolehan pembangunan ekonomi dramatis sebagian anggota kita dan oleh karenanya, tiba waktunya untuk memperluas pool dari  apa yang disebut 'donor bantuan iklim' dan mempersempit daftar mereka yang berhak menerima 'dukungan' ini hanya pada 'yang paling miskin dari yang miskin'," kata Mxakato-Diseko.

"Kisah ini melayani kepentingan nasional yang sempit dari negara maju dan tak banyak bicara tentang kenyataan. Jika dunia benar-benar telah berubah sedemikian besar, kami bertanya mengapa itu terjadi setelah beberapa dasawarsa ini semua anggota kita tetap negara-negara berkembang dengan sedikit atau tanpa suara dalam lembaga dan proses pengambilan keputusan global?"

Ia menambahkan negara berkembang telah lama dipaksa menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang sering terjadi akibat emisi gas rumah kaca selama berabad-abad, terutama oleh negara-negara maju.

Bagi mereka, menangani perubahan iklim bukan mengenai persaingan ekonomi atau menghasilkan keuntungan dari energi yang terbarukan, tapi masalah yang lebih mendasar dalam pembangunan sumber daya manusia dan perlindungan lingkungan hidup.

"Kenyataannya negara-negara berkembang memerlukan sumber daya keuangan iklim, alih teknologi dan pembangunan kapasitas sekarang dan jauh ke masa depan, dalam beberapa kasus hanya untuk bertahan hidup, apalagi melakukan peralihan ke 'ekonomi rendah karbon'," kata Mxakato-Diseko.

Namun, negara-negara berkembang seringkali harus mengatasi krisis tanpa bantuan dari negara maju dengan menggunakan sumber daya dalam negeri mereka yang langka atau dengan bantuan sukarela dari sesama negara berkembang.

Dia mengatakan penyediaan dukungan finansial, alih teknologi dan pembangunan kapasitas sangat penting dalam Kesepakatan Paris.

"Tanpa implementasi perangkat yang cukup, terkira dan berkelanjutan, akan tidak mungkin mencapai target yang disepakati untuk membatasi peningkatan suhu global rata-rata di bawah dua derajat Celsius. Ini karena kunci mitigasi utamanya adalah negara-negara berkembang dan negara-negara ini tidak mampu menjalankan ini sendiri," katanya seperti dilansir kantor berita Xinhua. (Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015