Cikarang (ANTARA News) - Pemerintah menegaskan terus melindungi industri tekstil nasional dari impor produk ilegal. Selain merugikan negara, impor tekstil ilegal juga mengikis daya saing tekstil nasional dan mengancam produktivitas serta lapangan kerja.

"Industri tekstil adalah industri padat karya. Jika kita tidak tegas, taruhannya adalah mata pencaharian pekerja dan investasi triliunan dari pengusaha yang sudah percaya pada prospek bisnis di Indonesia," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat meresmikan pabrik tekstil PT Dynic Textile Prestige di Cikarang-Bekasi, Jawa Barat, Rabu.

Sampai triwulan II 2015, investasi di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) telah mencapai Rp3,95 triliun dengan komposisi  55,8 persen untuk PMA dan 44,2 persen untuk PMDN.

Industri tersebut telah menciptakan devisa negara senilai 12,74 miliar dolar Amerika Serikat dan secara kumulatif mampu memberikan kontribusi sebesar 1,22 persen terhadap perekonomian nasional. Lapangan kerja yang tercipta mencapai 10,6 persen dari tenaga kerja industri manufaktur.

"Penindakan impor ilegal harus dilakukan, apalagi jika melihat bahwa industri tekstil kita memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri hingga 70 persen. Investasi TPT yang hampir Rp4 triliun, nilai devisa Rp172 triliun dan serapan tenaga kerja itu sangat berarti dan harus dilindungi," kata Saleh.

Investasi oleh Dynic Textile merupakan investasi baru sektor TPT di Indonesia dan termasuk dalam kategori sektor non-woven textile. Realisasi penanaman modal ini menambah kedalaman struktur industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional.

Produk non-woven textile Dynic sendiri berinvestasi di Indonesia pada sektor yang diaplikasikan untuk keperluan otomotif seperti plafon dan jok.

"Jadi ini adalah middle-industry dan memasok ke pabrikan sebagai original equipment. Dynic jeli  masuk ke industri yang masih kosong karena selama ini kita mengimpor pelapis ceiling mobil," kata Menperin Saleh Husin.

Kementerian Perindustrian juga meminta agar perusahaan tersebut memperluas produk ke berbagai kebutuhan lainnya seiring dengan meningkatnya permintaan pasar.

"Dynic Textile turut memperkuat struktur industri otomotif yang memberikan nilai tambah lebih besar di dalam negeri," kata Dirjen Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Harjanto.

Perusahaan Dynic Textile merupakan joint venture Jepang dan Thailand yaitu antara Dynic Corporation (51persen), Textile Prestige Public Company Limited/TPCORP (44 persen) dan SPI yang merupakan Holding Company dari TP CORP (5 persen).

Nilai investasi saat ini USD 14 juta dan selanjutnya akan menambah investasi sebesar USD 4 juta pada fase dua dan tiga.

"Pendirian pabrik di sini sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia untuk melokalisasi produksi. Indonesia juga diyakini menjadi negara produsen otomotif utama," kata Nicholas Tan, HOD Sales and Marketing Department Textile Prestige.

Kemenperin berharap semakin banyak produsen TPT dalam negeri yang dapat melakukan diversifikasi pada produknya sehingga industri TPT berbasis teknologi tinggi dapat berkembang, mengingat semakin meningkatnya kebutuhan produk advanced textile baik di pasar nasional maupun global.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015