Kalau terbukti memanfaatkan PNS dan melakukan kecurangan maka pasangan calon incumbent itu harus diberi saksi tegas, yakni didiskualifikasi dan di proses secara hukum."
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta Agung Laksono menilai demokrasi di Indonesia akan hancur jika ketidaknetralan pegawai negeri sipil (PNS) pada proses penyelenggaraan pilkada tetap dibiarkan.

"Saya mendapat laporan, ada sejumlah calon kepala daerah incumbent yang memanfaatkan pimpinan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) untuk melakukan mobilisasi PNS, mendukung kemenangan pasangan incumbent," kata Agung Laksono, di Jakarta, Selasa (22/10) malam.

Menurut, Agung dirinya menerima laporan dari sejumlah daerah mengenai hasil pilkada serentak, pada 9 Desember lalu.

Dari laporan tersebut, kata Agung, di sejumlah daerah, ada calon kepala daerah incumbent yang memainkan perannya dengan memanfaatkan struktur birokrasi daerah, baik PNS maupun kepala desa, untuk mendukung pemenangan pasangan incumbent dalam pilkada.

Agung, mencontohkan, pada pilkada di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, di mana calon kepala daerah incumbent memobilisasi PNS dan kepala desa.

"Laporan yang saya terima, dari 20 kecamatan di OKU Timur, diduga hampir semua PNS mendukung memenangkan pasangan calon kepala daerah incumbent." katanya.

Menurut Agung, dugaan pelanggaran pilkada di OKU Timur tersebut sudah dilaporkan ke Panwaslu kabupaten, Bawaslu Provinsi Sumsel, Bawaslu pusat, dan Kemendagri.

Adanya laporan dugaan pelanggaran tersebut, menurut Agung, seharusnya Panwaslu, Bawaslu, dan Kemendagri menindaklanjutinya dengan cepat.

"Padahal, dalam UU sudah mengamanahkan PNS harus netral, tidak boleh mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah. Jika hal ini terus dibiarkan maka demokrasi di Indonesia akan hancur," katanya.

Mantan Menko Kesra ini menegaskan, memenangkan pilkada dengan memanfaatkan PNS adalah tindakan tidak terpuji.

"Kalau terbukti memanfaatkan PNS dan melakukan kecurangan maka pasangan calon incumbent itu harus diberi sanksi tegas, yakni didiskualifikasi dan di proses secara hukum," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015