Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Ahaditomo meminta pemerintah serius mengatasi pemalsuan obat karena peredaran obat palsu sangat berbahaya. "Obat palsu seperti fenomena gunung es. Secara statistik kecil tetapi kenyataannya jauh lebih besar. Substansi masalah obat palsu bukan pada sedikit banyaknya peredaran, tapi dampaknya bagi kesehatan penduduk," katanya di Jakarta, Kamis. Peredaran obat palsu, menurut dia, tidak hanya berdampak pada kelangsungan hidup industri farmasi, tapi pada gangguan kesehatan penduduk yang secara sengaja atau tidak sengaja mengonsumsinya. "Ini sangat berbahaya. Tidak hanya bisa menimbulkan gangguan kesehatan ringan saja, tapi juga bisa memperparah kondisi si sakit dan bahkan menimbulkan kematian," ujarnya. Menurut studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) peredaran obat palsu telah menyebabkan kematian ribuan penduduk dunia setiap tahun. Oleh karena itu, dia mengatakan, sebagai penentu kebijakan, pemerintah harus mencerna masalah ini dengan baik dan menanggapinya dengan membuat strategi tepat untuk segera meminimalkan praktik pemalsuan obat. "Jadi bukan sekedar waspada tapi harus menanggapinya secara strategis dan sebisa mungkin menekannya," kata Ahaditomo. Lebih lanjut dia menjelaskan pemalsuan obat antara lain terjadi karena sistem keamanan dan pengawasan peredaran obat yang lemah dan belum tertatanya infrastruktur farmasi. Sementara menurut WHO sejumlah faktor termasuk lemahnya komitmen politik pemerintah, minimnya peraturan tentang peredaran obat, tidak adanya penegakan pelaksanaan ketentuan hukum tentang obat, harga obat yang tinggi, peningkatan permintaan obat serta korupsi dan konflik kepentingan juga memicu terjadinya pemalsuan obat. "Karena itu, semua harus mulai dibenahi, ditata lagi secara bertahap," katanya. Menurut dia hal itu bisa dimulai dengan segera mengeluarkan peraturan pemerintah tentang kefarmasian sebagaimana yang diamanatkan undang-undang kesehatan. Selanjutnya, ia mengatakan, secara bertahap infrastruktur farmasi yang meliputi seluruh sistem farmasi termasuk produsen, distributor serta sarana dan sistem pelayanan obat mesti dibenahi. "Penjualan obat harus diatur, apotek dibenahi, jangan sampai obat-obat yang tidak bisa dijual bebas beredar di tempat-tempat penjualan obat tidak resmi," demikian Ahaditomo. (*)

Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2007