Jakarta (ANTARA News) - Penetapan jumlah piutang negara (PJPN) 7 obligor penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) menunggu keputusan DPR. "Proses PJPN menunggu kepastian terlebih dahulu keputusan DPR karena DPR berjanji akan mendalami terlebih dahulu permasalahan terkait dengan obligor, walaupun pemerintah sudah menetapkan mereka sudah default (gagal bayar)," kata Dirjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Hadiyanto, akhir pekan lalu. Hadiyanto menjelaskan proses tindak lanjut penagihan piutang negara dari obligor PKPS sudah diserahkan oleh Menteri Keuangan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Jakarta. PUPN Jakarta akan menyelesaikan utang obligor itu melalui mekanisme PUPN. Proses penyelesaian piutang negara oleh PUPN dalam kondisi normal adalah selama 71 hari. Prosesnya meliputi mulai dari surat penerimaan pengurusan piutang, pemanggilan, pemanggilan kedua jika pertama tidak hadir, dan pernyataan bersama (jika ada kesepakatan antara PUPN dengan obligor). Hadiyanto menyebutkan dalam pertemuan dengan obligor ternyata tidak tercapai kesepakatan mengenai jumlah utang-piutang tersebut. Dan mereka menyatakan belum default dengan berbagai alasan. Sesuai ketentuan yang berlaku maka akan diterbitkan PJPN. Setelah itu baru akan diterbitkan surat paksa dan surat perintah penyitaan, dan jika diperlukan adalah pelaksanaan paksa badan. Sebelumnya Tim PKPS pemerintah menyimpulkan obligor PKPS itu telah default berdasarkan perjanjian PKPS-Akta Pengakuan Utang (APU) Reformulasi, sehingga perhitungan jumlah piutang kembali berdasarkan perjanjian PKPS-APU Awal, yaitu pembayaran secara 100 persen cash settlement dengan memperhitungkan utang pokok termasuk bunga dan denda. Sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memverifikasi bahwa jumlah kewajiban obligor PKPS adalah sebesar Rp2,297 triliun dibanding dengan perhitungan Tim PKPS sebesar Rp2,541 triliun, sehingga terdapat selisih Rp243,6 miliar. 3 skenario Untuk menyelesaikan masalah perhitungan piutang itu pemerintah mengajukan tiga skenario. Pertama, obligor dinyatakan default sehingga jumlah piutang dihitung berdasarkan APU Awal terdiri atas pokok, bunga dan denda. Kedua, obligor dinyatakan default tapi diberikan keringanan bunga dan denda sehingga jumlah utang yang harus diselesaikan para obligor sebesar outstanding utang pokok sesuai APU Awal. Ketiga, obligor dianggap tidak default yaitu jumlah utang didasarkan pada APU Reformulasi. Terdapat 8 nama obligor PKPS yaitu James Januardy dan Adisaputra Januardy (eks Bank Namura), Atang Latif (eks Bank Bira), Ulung Bursa (eks Bank Lautan Berlian), Omar Putihrai (eks Bank Tamara), Lidia Muchtar (eks Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (eks Bank Putera Multikarsa), dan Agus Anwar (eks Bank Pelita Istimarat). Sementara itu, mengenai upaya paksa badan (gijzeling), Hadiyanto mengatakan, hal itu merupakan upaya terakhir untuk memastikan obligor melunasi utang-utangnya. "Upaya ini harus dimintakan izinnya lebih dahulu kepada kejaksaan tinggi," katanya. Ia juga menyebutkan paksa badan dalam perkara perdata ini berbeda dengan penahanan bagi mereka yang terlibat dalam kasus pidana. "Untuk melakukan ini kita harus koordinasi dengan kejaksaan, harus mengikuti mekanisme yang dikenal aparat kejaksaan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007