Beijing (ANTARA News) - Indonesia dan Tiongkok sepakat meningkatkan kerja sama hukum, termasuk dalam pertukaran informasi intelijen mengenai koruptor Indonesia yang menjadi buron dan diduga masih berada di beberapa wilayah Tiongkok, Hong Kong dan Makau.

"Jika ada buronan kita yang sudah berkekuatan hukum tetap maka pihak Tiongkok dapat segera memproses dan mengembalikannya kepada pemerintah Indonesia," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan kepada Antara di Beijing, Selasa (26/4) malam.

Usai memimpin delegasi Indonesia dalam dialog kelima mengenai politik, hukum dan keamanan Indonesia dan Tiongkok, ia mengatakan bahwa Indonesia ingin kedua negara dapat segera meratifikasi perjanjian ekstradisi.

"Selama ini kami sudah banyak memulangkan warga Negara Tiongkok yang menjadi pelaku kriminal atau yang bermasalah di Indonesia. Dan diharapkan sebaliknya juga melakukan hal yang sama dan semakin kuat kerja sama tersebut jika ada ratifikasi ekstradisi," kata Luhut menambahkan.

Selama ini proses pemulangan warga negara yang bermasalah dari kedua negara dilakukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA).

Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo menengarai "masih ada beberapa koruptor buron yang berada di wilayah Tiongkok."

"Ya kami terus melakukan kerja sama dan koordinasi dengan aparat setempat, untuk seluruh proses penangkapan, hingga pemulangannya," ungkap dia.


Pengembalian Aset Century

Pemimpin delegasi Tiongkok, anggota Dewan Negara Tiongkok Yang Jiechi, menyatakan sepakat segera meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, termasuk mendukung proses penyelesaian aset Bank Century di Hong Kong.

Tiongkok mendukung upaya pengembalian aset Bank Century yang telah dibekukan Pengadilan Hong Kong.

Pada 2014, Pemerintah Indonesia mendapat jalan untuk merampas dan menyita sebagian aset terkait kasus PT Bank Century di wilayah hukum Hong Kong. Nilai aset yang dapat dirampas itu berkisar 4.076.121 dolar AS atau setara Rp48 miliar.

Jalan untuk melakukan perampasan dan penyitaan terbuka setelah Pengadilan Tinggi Hong Kong mengabulkan sebagian permohonan pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Hukum dan HAM.

Permintaan itu diajukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (MLA) kepada Menteri Kehakiman Hong Kong.

Nilai aset yang dapat dirampas masih fluktuatif. Mengingat sebagian besar aset tersebut berbentuk saham.

Permintaan MLA Pemerintah RI yang diproses dan diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM ini berdasar pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010.

Proses di Pengadilan Tinggi Hong Kong masih belum final. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan upaya banding guna mengejar aset lainnya karena putusan Pengadilan Tinggi belum mencakup keseluruhan permintaan penyitaan yang diajukan.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016