Jakarta (ANTARA News) - Beberapa waktu lalu, pemerintah menyampaikan landasan ekonomi makro yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2017.

RAPBN 2017 beserta nota keuangannya yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan Rapat Paripurna DPR RI itu dinilai kalangan pelaku industri pasar modal di dalam negeri cukup terarah.

Oleh karena itu, membuat investor lebih percaya diri yang ditunjukkan pada pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Kinerja pasar saham Indonesia yang dapat dilihat melalui IHSG pada saat penyampaian RAPBN 2017 (Selasa (16/8) bergerak ditutup menguat sebesar 51,28 poin atau 0,96 persen menjadi 5.371,84.

Sementara itu berdasarkan data BEI, pada periode 15 hingga 19 Agustus 2016, IHSG menguat 0,72 persen ke level 5.416,04 poin. Kenaikan IHSG itu turut diimbangi dengan peningkatan nilai kapitalisasi pasar sebesar 0,76 persen menjadi Rp5.832,30 triliun.

Pelaku industri pasar modal menilai pergerakan positif IHSG BEI itu merupakan respon pelaku pasar yang positif terhadap asumsi-asumsi makroekonomi Indonesia.

Pada RAPBN 2017, pemerintah mengusulkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 sebesar 5,3 persen, laju inflasi 4,0 persen, nilai tukar rupiah Rp13.300 per dolar AS dan harga minyak mentah Indonesia 45 dolar AS per barel.

"Asumsi itu dinilai cukup realistis dan kredibel. RAPBN 2017 menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memulihkan kepercayaan pelaku pasar," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat.

Menurut dia, dengan penyusunan RAPBN yang rasional akan mempermudah investor untuk melakukan kalkulasi serta menentukan arah kebijakan investasinya di dalam negeri.

"RAPBN 2017 yang disampaikan itu disusun berdasarkan kondisi yang ada. Dengan RAPBN 2017 yang rasional maka kepercayaan investor terhadap pasar modal meningkat. Pemerintah telah memberikan clue (tanda) kepada investor melalui RAPBN 2017," katanya.


Instrumen Investasi

Di tengah optimisme pasar terhadap ekonomi dalam negeri yang positif, Samsul Hidayat mengatakan bahwa pihaknya juga mengantisipasi permintaan produk investasi di pasar modal dengan terus berupaya untuk menambah jumlah instrumen sehingga menambah pilihan bagi investor dalam berinvestasi.

"Beberapa hari lalu (15/8) terjadi penambahan instrumen investasi berjenis exchange traded fund (ETF)," katanya.

Menurut dia, produk ETF merupakan salah satu produk di pasar modal yang diharapkan dapat memperbesar dan memperluas basis investor di dalam negeri.

Selain itu, lanjut dia, sejumlah perusahaan juga berniat untuk mencatatkan sahamnya di BEI melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (IPO), penerbitan saham terbatas (right issue) dan penerbitan obligasi.

"Permintaan produk investasi akan bertambah, apalagi ada potensi dana repatriasi dari program amnesti pajak," katanya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengharapkan dana repatriasi yang masuk diharapkan dapat dijadikan kesempatan oleh perusahaan di dalam negeri untuk melaksanakan penawaran umum baik saham maupun obligasi dalam rangka mengembangkan usaha atau industrinya.

"OJK akan mendorong terciptanya supply produk bertambah, baik saham atau obligasi agar berimbang. Dana repatriasi juga dapat dijadikan kesempatan baik bagi perusahaan untuk meraih dana," katanya.


IPO

Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada menilai bahwa di tengah pasar saham yang positif, pelaksanaan IPO dapat dijadikan kesempatan bagi perusahaan di dalam negeri.

"Meningkatnya harga saham merupakan dampak dari berbagai sentimen positif dari dalam negeri. Sehingga iklim bursa membaik," katanya.

Ia mengatakan bahwa nilai tukar rupiah yang stabil, neraca perdagangan dan neraca pembayaran yang membaik, inflasi yang terjaga, cadangan devisa yang meningkat merupakan sentimen positif dari dalam negeri.

Menurut dia, jika terjadi koreksi pada indeks diproyeksikan hanya secara teknikal. Karena kepercayaan investor terhadap Indonesia saat ini relatif baik.

Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 mencapai 5,18 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91 persen (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, tercatat juga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2016 mencatat surplus, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus NPI tercatat sebesar 2,2 miliar dolar AS, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,3 miliar dolar AS.

Sedangkan Neraca Perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus pada bulan Juli 2016, terutama didukung oleh surplus perdagangan nonmigas. Surplus neraca perdagangan tercatat sebesar 0,60 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada Juni 2016 yang sebesar 0,88 miliar dolar AS.

Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juli 2016 tercatat sebesar 111,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2016 sebesar 109,8 miliar dolar AS.

Ekonomi nasional yang positif itu diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi pelaku pasar modal di dalam negeri dalam menentukan arah kebijakan investasi.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016