Jakarta (ANTARA News) - Para psikolog muslim sedunia dan praktisi ketahanan keluarga baru-baru ini berkumpul di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada acara "Konferensi Internasional Kelima Asosiasi Psikolog Muslim Internasional" atau "5th International Conference of The International Association of Muslim Psychologist".

Ketua Presidium Gerakan Indonesia Beradab (GIB) yang juga Presiden International Association of Muslim Psychologist (IAMP) Dr Bagus Riyono kepada pers di Jakarta, Selasa mengemukakan, para peserta konferensi pada 6 November 2016 menyepakati "Yogyakarta Declaration on Human Dignity 2016".

Konferensi itu sendiri diselenggarakan oleh IAMP serta didukung oleh International Institute of Islamic Thought (IIIT), International Islamic University of Malaysia, Asosiasi Psikologi Islam-Himpunan Psikologi Indonesia (API-HIMPSI), Fakultas Psikologi UGM, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, dan Prodi Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya UIN Yogyakarta.

Para peserta konferensi tersebut adalah para psikolog dan praktisi ketahanan keluarga yang berasal dari Sudan, Jerman, Swedia, Australia, Malaysia, Arab Saudi, Pakistan, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

Menurut Dr Bagus, Deklarasi Yogyakarta terdiri atas 22 prinsip (pasal) yang berisikan seruan kepada seluruh negara dan warga dunia untuk menegakkan dan mengembalikan kemuliaan manusia dan ketahanan keluarga dengan melawan program dehumanisasi menuju peradaban mulia.

"Kemuliaan manusia merupakan pemberian Tuhan yang menjadi hak asasi individu maupun kelompok yang mesti dijamin dan dilindungi serta tidak boleh diganggu-gugat, apalagi dirampas oleh pihak mana pun," kata psikolog tersebut.

Ia menjelaskan, kemuliaan manusia harus dijaga dari berbagai hal yang dapat mengakibatkan jatuhnya manusia kepada derajat kehinaan (dehumanization), baik yang dilakukannya sendiri atau karena perbuatan pihak lain.

Perilaku yang menjatuhkan derajat kemanusiaan itu antara lain berupa perilaku seks bebas, adiksi narkoba dan obat-obat terlarang, adiksi pornografi, orientasi seks di luar fitrah, kekerasan seksual, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), dan pedophilia.

Di sisi lain, kewajiban dalam menjaga kemuliaan manusia itu sendiri menjadi tanggung jawab pribadi, keluarga, komunitas, masyarakat, negara, dan bahkan seluruh warga dunia.


Kewajiban dan hak

Dr Bagus juga mengemukakan, manusia sebagai makhluk yang mulia memiliki sejumlah kewajiban dan hak yang berlaku sama bagi semua manusia (termasuk janin, bayi, balita, anak hingga remaja dan dewasa), sebagaimana digariskan oleh Sang Pencipta.

Hak dimaksud mencakup hak untuk beragama, hak untuk menikah dan terlindungi dalam lembaga keluarga, hak untuk diperlakukan setara tanpa diskriminasi, hak untuk dilindungi dari kekerasan dalam bentuk apa pun serta hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial.

"Tak sekedar hak, pada setiap hak manusia melekat juga kewajiban, bahkan tanggung jawab untuk peduli dan menghargai hak orang lain, serta kewajiban kepada negara dan kepada Tuhan Yang Maha Esa," kata Ketua Presidium GIB itu.

Ia menambahkan, setiap anak harus mendapat perhatian, pendidikan, dan pemeliharaan khusus dan serius sejak jabang bayi. Lebih dari itu, orang tua, masyarakat, pelaku usaha hingga negara harus menjamin bahwa setiap anak benar-benar mendapatkan hak-hak terbaik sesuai fitrah kemanusiaannya.

Di sisi lain, orang tua dan keluarga harus berperan sebagai agen-agen sosialiasi dan pusat penyemaian nilai-nilai adab dan kebaikan bagi anggota-anggotanya, karena anak yang terdidik dengan baik dan ketahanan keluarga adalah jaminan untuk peradaban yang bernilai mulia.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016